Selidikkasus.com – SUMUT
Dari pantauan saksi dilokasi tempat kejadian perkara Ditemukan yang terucap dari ” Seorang yang diduga sebagai pelaku Anggota Polri dari salah satu kesatuan Poldasu ( Polisi daerah Sumatera Utara ) bidang BIDDOKKES ( Saya Keluarga HARAHAP ) ” Kendaraan Jenis Toyota Warna Putih Nopol BK 1988 KEL namun tak dapat menunjukkan bukti tanda pengenal kepada seorang polisi An. DAMENDRA B – PJR yang juga telah menyaksikan melakukan serang pemukulan karena tersulut emosi secara emosional tingkat tinggi yang dapat merugikan seseorang terkena tindakan kekerasan baik fisik maupun pshikis apalagi melakukan tindakan main hakim sendiri ( Eigenrichting )
Adapun bukti fisik dari salah seorang korban pemukulan terhadap bapak tua An. SARIPUDIN yang beralamat di Jl Mesjid II Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deliserdang terdapat luka Memar biru, Bengkak dan mengeluarkan pendarahan darah merah didaerah sekeliling mata kanan yang mengendarai Roda empat yang Nopol BK 8133 MP jenis mitsubishi Cold L300 Pick Up dari arah yang bersamaan menuju pintu gerbang E- Tol Balmera Tanjung Morawa.
Awal terjadinya bermula, dari kendaraan warna putih datang dari sebelah kiri dan menyenggol menyerempet body Cold L300. Juga meninggalkan goresan di body mobil, sampai terjadi jawab menjawab diatas kendaraan dan hilang kendali akhirnya berhenti dan terjadi pemukulan yang dimulai dari pria yang di duga ngaku polisi atau keluarga polisi. Dan juga, diduga Pria itu mencoba melakukan tindak kekerasan dengan cara mengendarai mobil dia punya dan ingin mencoba melakukan pembunuhan menabrak bapak tua yang berdiri tak jauh diatas aspal hitam didepan mobil putih dia punya.
Selanjutnya Kejadian tersebut dibawa dan dipandu oleh Media Online selidikkasus.com, Ormas Repelita dan juga PJR ke wilayah hukum Polsek Tamora ( Tanjung Morawa ) Jadwal Piket SPKT tertanggal 04 Agustus 2020 dari keterangan An. Bapak SUGIONO ada 3 Orang piket. Dan didampingin salah seorang yang ngaku sebagai Kanit Intel ( Sebutan Suranta ).
Sehubungan Atas klarifikasi dan konfirmasi team dari media Selidikkasus.com beserta Keluarga Besar REPELITA kepada Seluruh jajaran yang ada dipolsek tamora terkaid Pasal 351 antara pelapor dan terlapor atau Pelaku dan Korban sudah melakukan kesepakatan ” PERDAMAIAN DAN TANPA ADA SURAT KETERANGAN PERNYATAAN TERLAMPIR ” di Polsek Tamora dan Keterangan yang lebih berhak menjawab nya hanya dari HUMAS POLRES DELISERDANG , Ucap Kanit Intel
Menurut Hukum yang berlaku di NKRI yang bunyinya, Jika ada seseorang yang mengalami pemukulan dengan luka memar biru, bengkak dan mengeluarkan pendarahan darah merah akibat pemukulan, maka perbuatan pemukulan itu tergolong sebagai penganiayaan. Acuan dasar hukum yang berlaku sebagai Tindak pidana penganiayaan itu sendiri diatur dalam Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”):
Akibat perbuatan penganiayaan secara pemukulan dari seorang yang diduga sebagai pelaku terhadap korban mengalami rasa sakit disekeliling kelopak mata sebelah kanan dan terdapat memar kebiru merahan pada sekeling Mata. Akibat perbuatannya ini, pelaku dihukum berdasarkan Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan dengan hukuman pidana penjara selama 2 (dua) Tahun 8 bulan. Dalam arti sebagai anggota penengak hukum tidak boleh menggunakan kekerasan, kecuali dibutuhkan untuk mencegah kejahatan membantu melakukan penangkapan terhadap pelanggar hukum atau tersangka sesuai dengan peraturan penggunaan kekerasan;
Pada dasarnya, Jika Polisi Melakukan Kekerasan kepada Masyarakat dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Hal tersebut kemudian dituangkan lebih lanjut dalam Pasal 10 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Perkapolri 8/2009”). Dalam tersebut diatur bahwa dalam melaksanakan tugas penegakan hukum, setiap petugas/anggota Polri wajib mematuhi ketentuan berperilaku (Code of Conduct )
Hal ini juga sejalan dengan Kode Etik Kepolisian yang terdapat dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Perkapolri 14/2011”). Dalam Pasal 10 Perkapolri 14/2011.
Tindakan tegas itu dilakukan sebagai bukti nyata bahwa Polri tidak ada pilih kasih dalam memberikan hukuman sesuai dengan undang-undang yang berlaku, baik itu terhadap anggota Polri maupun masyarakat yang melakukan tindakan pidana Jadi tidak ada alasan untuk tidak segera diproses secara pidana, dan memberikan sanksi disiplin serta sanksi pelanggaran kode etik,”
Soal apakah perkara penganiayaan pemukulan yang mengakibatkan luka memar biru, bengkak sehingga mengakibatkan pendarahan ini dapat ditindaklanjuti atau tidak atau soal ringan tidaknya suatu perkara, menurut hemat kami, hal ini sudah menjadi kewajiban kepolisian untuk menindaklanjuti laporan atau delik aduan yang disampaikan kepadanya. Tugas dan wewenang dari penyelidik salah satunya adalah menerima laporan atau pengaduan dari seseorang pelapor dilengkapi bukti visum yang direkom oleh APH ke RS tentang adanya tindak pidana sesuai dengan Pasal 5 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (”KUHAP”). Penyelidik dalam hal ini polisi sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 4 KUHAP, atas laporan/pengaduan tersebut mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan.
Bahwa Selidikkasus.com dan Repelita ( Relawan Pejuang Lintas Kecamatan ) selanjutnya dalam bebas berpendapat dengan azas praduga tak bersalah selama laporan dapat direspon oleh Aparat Penengak Hukum tidak ditemukan ada alasan penghapusan pidana ( Straffuit sluitings angronden ) yang dapat berupa alasan pemaaf ( Schuldduit sluittings gronden ) dan alasan pembenar ( Rechtvaardigings gronden ) yang dapat membenarkan perbuatan dugaan pelaku tersebut secara hukum ( Gerechsvaadigd ) maka dugaan pelaku harus dinyatakan terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana diduga pelaku harus dijatuhi hukum pidana semana mestinya sesuai pasal 351 ayat 1 KUHAP.
Apapun alasannya tindakan main hakim sendiri adalah tindakan yg melecehkan hukum, apalagi ini dilakukan oleh oknum anggota Polri / oknum penengak hukum yang seharusnya menjunjung tinggi hukum dan menjadi contoh bagi masyarakat bagaimana bertindak dan berperilaku yang benar menurut hukum,” tegas kabid investigasi ormas repelita. Tutupnya. (Team-SUMUT)