Gubernur WH; PSBB Masih Diperlukan, Pengawasan Lebih Ketat

Serang, selidikkasus.com – “PSBB masih diperlukan. Tapi saya ingin PSBB lebih ketat lagi. Pengawasannya lebih ketat lagi dan ada sanksinya. Tingkat kesadaran masyarakat sudah relatif lebih tinggi,” tegas sang Gubernur Banten DR. H. Wahidin Halim, M.Si (WH) dalam telekonferensi Rapat Evaluasi PSBB Wilayah Tangerang Raya, di Pendopo Gubernur, Kota Serang, Senin (15/6/2020).

Dalam rapat itu, Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) bersama dengan Bupati Tangerang H. Ahmed Zaki Iskandar, Walikota Tangerang Selatan Hj. Airin Rachmi Diani, dan Walikota Tangerang Arief R Wismansyah sepakat memperpanjang PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) di wilayah Tangerang raya. Disepakati pula tidak ada penambahan istilah lain dalam PSBB untuk menghindari interpretasi sendiri atau kebingungan di masyarakat.

Telekonferensi yang dipandu oleh Sekretaris Daerah Provinsi Banten Al Muktabar itu diikuti oleh Forkopimda Provinsi Banten, Kapolda Banten, Forkopimda Kabupaten/Kota Tangerang Raya, Gugus Tugas Covid-19 Provinsi Banten, Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten/Kota serta para kepala OPD Provinsi Banten dan Kabupaten/Kota Tangerang Raya.

Masih menurut sang Gubernur WH, masa edukasi PSBB sudah lewat sehingga perlu pengawasan lebih ketat, terutama untuk mereka yang menyepelekan. Pengelolaannya dibebankan kepada TNI/Polri.

“Padahal, nanti pada saat new normal, semuanya sudah terinternalisasi dalam diri pribadi. Sekarang apapun itu namanya, yang betul adalah kesadaran memakai masker, kesadaran tetap tinggal di rumah, serta membawa alat pribadi mulai tisu, vitamin, dan sebagainya,” jelasnya.

Menurut WH, dilihat dari tingkat penularan satu berbanding dua, hal ini sudah bagus. Penularan terjadi dari pendatang yang OTG (orang tanpa gejala, red). Saat ini Banten masuk posisi kesembilan nasional. Pada saat awal pandemi, Banten di posisi dua.

“Karena perilaku, mentalitas kultural, dan kebutuhannya sama dengan Jakarta.
Tapi berkat kerja keras Bupati/Walikota, alhamdulillah kita bisa meminimalisir,” ungkap Gubernur WH.

Menurutnya, kasus penularan dari orang Banten sendiri relatif kecil. Kasus di Maja dan Sumur Kabupaten Pendeglang itu penularan pandemi Covid-19 asal muasalnya dari pendatang.
Di Banten sendiri hal ini terlihat dari rapid test di pasar tradisional yang positif hanya tiga orang.

“Sebenarnya Banten tidak berpotensi melakukan penularan. Justru dari luar,” tegas Gubernur WH.

Ke depan, WH menyarankan untuk memetakan, apakah sumber penularan ini datang dari pasar tradisional, pasar modern, atau juga masjid-masjid.?

Masih menurut Gubernur WH, untuk pembukaan sekolah SMA/SMK yang menjadi kewenangan Provinsi, akan dibuka pada awal bulan Desember atau mungkin dimulai pada awal tahun depan/bulan Januari. Untuk TK dan SD, disarankan juga buka setelah bulan Desember mendatang mengingat, keterbatasan ruang kelas dan guru serta siswanya agak susah mengaturnya githu loh.

Sedangkan yang perlu diwaspadai adalah pembukaan Ma’had/Pondok Pesantren karena peraturan dari Menteri Agama baru draft, namun sudah disusun protokol kesehatannya.

“Dari 4000 hanya 500 yang memenuhi syarat. Yakni bangunan dan ada tempat karantina.
Dari ribuan santri, 40 persen dari daerah zona merah.
Namun, tetap kita siapkan 20 ribu rapid test untuk santri,” jelas Gubernur WH.

Sementara itu untuk mall sepanjang pengelola melaksanakan protokol kesehatan akan diberikan ijin. Jikalau melanggar akan dikenakan sanksi sesuai aturan yang berlaku.

Dalam kesempatan itu, Gubernur WH juga mengingatkam, ke depan pemerintah akan menghadapi pembiayaan yang cukup besar jika masyarakat tidak mengubah kesadaran.

“PSBB diperpanjang, sanksi lebih keras. Harus kerja lebih keras. Masa edukasi sudah,” tegasnya.

Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten dr. Ati Pramudji Hastuti dalam laporannya menyampaikan gambaran terkini situasi pandemi Covid-19 di Provinsi Banten.
Yakni ODP sebanyak 9.281kasus, PDP 2.659 kasus, dan terkonfirmasi 1.109 kasus.

“Tingkat kesembuhan mencapai 52,4 persen, angka meninggal turun 7,4 persen, masih dirawat 40,2 persen,” ungkapnya.

Dikatakan secara skala Nasional, Provinsi Banten peringkat kesembilan (IX) setelah Provinsi Papua.
Dilihat dari angka kasus terkonfirmasi, dari posisi kedua kini ke posisi kesembilan.
Trend kasus tiga minggu setelah penerapan PSBB terjadi penurunan kasus. Minggu keempat terjadi peningkatan kasus terkonfirmasi.
Namun, pada minggu-minggu berikutnya kasus agak melandai.

“Selama vaksin belum ditemukan, kondisi inilah yang terus terjadi dan kita dapati kondisi normal baru,” ungkap Ati.

Dijelaskan ada tiga syarat untuk pelonggaran. Dari sisi epidemiologi, berkurangnya jumlah kasus baik suspect maupun kematian yang diduga karena Covid-19 dalam kurun waktu paling sedikit 15 hari.

Dari sisi kesehatan masyarakat, lanjutnya Ati, dimana peran serta masyarakat terkait dengan pemeriksaan test dan kontak tracing terus bertambah.
Proporsi di rumah saja, cuci tangan, memakai sarung tangan dan penggunaan masker terus bertambah di masyarakat.

Dari sisi fasilitas kesehatan, harus terjadi peningkatan kapasitas kesehatan baik ruang perawatan, ICU, tenaga kesehatan, dan jumlah APD yang memadai.

Dari sisi epidemiologi, jelas Ati, hasil kerjasama dengan tim pakar FKM UI : angka positif rate di Banten 9,5 dengan target kurang dari 5 persen. Artinya angka ini masih di bawah target. Tren PDP dan kasus kematian diduga kasus Covid-19 skor 75 berada di zona hijau.
Namun, jikalau ditelaah dan dilihat dari realita kesehatan publik penyumbang terendak dari angka indikator.

“Sisi epidemiologi belum memenuhi syarat pembatasan sosial dilonggarkan,” simpulnya..
{Tomy\Kaperwil Banten}