Kades Dieng Optimis Tanah Bengkok Yang Disidangkan Harus Kembali


Wonosobo -Senin (28-06-2021) Sidang lanjutan gugatan perdata atas sengketa tanah antara Desa Dieng dengan PT. Dieng Djaya digelar di PN Wonosobo hari ini, mulai pukul 10.00 hingga 12.00 Wib. Dilanjutkan pula Senin (5/7) Agenda sidang hari senin besok adalah kelanjutan menghadirkan saksi saksi dari pihak Tergugat, dimana Senin kemarin pihak penggugat menghadirkan 6 orang saksi, dan sekarang menghadirkan 5 orang saksi, sehingga penggugat mengajukan 11 orang saksi.

Untuk saksi saksi kali ini yang diajukan dari pihak penggugat adalah Sukur Suyanto, Supanto Sudibyo, Mashuri Sutoyo, Haryadi, dan Santoso

Desa Dieng diwakili Kepala Desa Dieng Mardi Yuwono melayangkan gugatan ke PN Wonosobo, melalui kuasa hukumnya Harmono S.H, M.M, CLA, CPL cm, pada 19 Februari 2021. Harmono menjelaskan bila meruncingnya sengketa tanah karena terbitnya HGB dan SPPT atas nama PT Dieng Djaya atas tanah yang di sengketa kan.
Setelah mendengar saksi saksi hari ini, Kuasa Hukum dari Desa Dieng mengatakan, Sesuai hukum yg berlaku tanah bengkok apapun, secara logika tidak mungkin dijual, kesaksian sidang tadi membuktikan bahwasanya PT Dieng Djaya hanya menyewa sejak tahun 1970 berakhir tahun 2000. Tanah bengkok tidak dapat diperjualbelikan tanpa persetujuan seluruh warga desa, namun boleh disewakan oleh mereka yang diberi hak mengelolanya. Namun, tanah ini tidak diperkenankan untuk disewakan kepada pihak ketiga.[4]

Larangan memperjualbelikan tanah desa ini juga ditegaskan dalam Pasal 15 Permendagri 4/2007 yang berbunyi, yang diklaim pihak Tergugat sesuai prosedur adalah sangat bertentangan

(1) Kekayaan Desa yang berupa tanah Desa tidak diperbolehkan dilakukan pelepasan hak kepemilikan kepada pihak lain, kecuali diperlukan untuk kepentingan umum.
(2) Pelepasan hak kepemilikan tanah desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendapat ganti rugi sesuai harga yang menguntungkan desa dengan memperhatikan harga pasar dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
(3) Penggantian ganti rugi berupa uang harus digunakan untuk membeli tanah lain yang lebih baik dan berlokasi di Desa setempat.
(4) Pelepasan hak kepemilikan timah desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.
(5) Keputusan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan setelah mendapat persetujuan BPD dan mendapat ijin tertulis dari Bupati/Walikota dan Gubernur.

Jadi tanah bengkok pada dasarnya merupakan tanah desa yang merupakan kekayaan milik desa. Tanah bengkok ini tidak diperbolehkan dilakukan pelepasan hak kepemilikan kepada pihak lain (diperjualbelikan) tanpa persetujuan seluruh warga desa, termasuk kepada kepala desa atau perangkat desa sekalipun.

“Para saksi mengatakan sejak tahun 1960an tanah sengketa tersebut merupakan tanah bengkok desa yang terdiri dari bengkok Kades, bengkok Kadus dan bengkok Sekdes,” jelas Harmono.
Untuk Kepala Desa sendiri saat ditanya awak media ini mengatakan bila beliau sangat optimis bahwa bengkok desa akan kembali.

“Dengan mendengar Saksi saksi saya sebagai kepala desa sangat optimis bahwa bengkok desa akan kembali ke desa lagi,” tegas Mardi Yuwono.