Suhari Pane, Percepatan “1000 Desa Mandiri Benih” Terwujud Bila UU Ciptaker Omnibus Law Kaji Ulang Dengan Penerbitan Perpu

Rantauperapat, Labuhanbatu – Disela kunjungan Suhari Pane ke Desa Pegantungan Kecamatan Panai Hilir Labuhanbatu Jum’at (16/10/20) SelidikKasus.com berdiskusi kecil ke beliau yang merupakan salah satu Cabup Bupati Labuhanbatu Nomor Urut 5 dan berdiskusi seputar Polemik UU Ciptaker yang banyak menuai protes dari kalangan tokoh-tokoh masyarakat, akademisi, Organisasi Tani dan organisasi buruh di indonesia yang menyerukan untuk mengkaji ulang dan meminta kepada presiden indonesia Jokowi untuk tidak menandatangani UU Ciptaker atau yang lebih dikenal dengan Omnibus Law.

SelidikKasus mencoba meminta tanggapan dan pendapat khusus tentang, penolakan beberapa organisasi petani seperti IPPHTI (Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia) bersama Serikat Petani Indonesia (SPI), Aliansi Petani Indonesia (API), Wahana Masyarakat Tani dan Nelayan Indonesia (Wamti), dan Serikat Nelayan Indonesia (SNI) yang tergabung dalam Badan Musyawarah Tani dan Nelayan Indonesia (Bamustani),

Penolakan tersebut terfokus terhadap Omnibus Law UU Cipta Kerja tentang dihapusnya pasal 63 UU 13/2010 tentang Hortikultura dalam Pasal 30 UU Cipta Kerja membuat tidak ada lagi aturan yang mewajibkan izin pemasukan dan pengeluaran benih ke dan dari wilayah negara Republik Indonesia dan juga dihapusnya Pasal 11 ayat (2) dan ayat (4) dalam UU 29/2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) yang mengatur tentang syarat permohonan perlindungan varietas tanaman.

Menurut Suhari Pane, sama seperti yang di jelaskan oleh “Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia (IPPHTI)” Kustiwa Adinata, dihapuskannya Pasal 63 UU 13/2010 tentang Hortikultura dalam Pasal 30 UU Cipta Kerja membuat tidak ada lagi aturan yang mewajibkan izin pemasukan dan pengeluaran benih ke dan dari wilayah negara Republik Indonesia.

“Dengan begitu benih komersial dari luar bebas masuk dan beredar di wilayah Republik Indonesia. Suheri Pane juga berpandangan dengan dihapusnya Pasal 63 UU 13/2010 tentang Holtikultura pada UU Cipta Kerja justru akan semakin menyulitkan upaya pemerintah Indonesia mewujudkan 1000 Desa Mandiri Benih yang telah ditargetkan sejak tahun 2014 lalu,” ujar Suhari Pane.

Ditambahkan Suhari Pane, ke-khawatiran juga dengan dihapusnya Pasal 11 ayat (2) dan ayat (4) dalam UU 29/2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) yang mengatur tentang syarat permohonan perlindungan varietas tanaman.

“Hal ini akan membuat varietas transgenik lebih mudah didaftarkan dan diedarkan. Kondisi demikian tentunya harus diperhatikan mengingat dapat mengancam varietas lokal yang dibudidayakan oleh petani”, imbuhnya.

Suhari Pane berpendapat agar DPR mengkaji ulang serta Presiden RI menunda menandatangani UU Cipta Kerja, atau membatalkan UU Cipta Kerja melalui Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perppu). Pemerintah dan DPR-RI juga harus melakukan excecutive review dan legislative review sesuai dengan wewenang masing-masing dalam peraturan perundang-undangan.

SK-Koord. Labuhanbatu / Muhammad Mauluddin, MPB-III, SE