Nelayan Kesulitan mendapatkan Solar, Anggota DPRD Gresik Syahrul Munir Angkat Bicara

 

Gresik – Prihatin dengan nasib nelayan yang merasa kesulitan mendapatkan solar subsidi, anggota Komisi II DPRD Gresik M Syahrul Munir terus mendesak pemerintah daerah merealisasikan stasiun pengisian bahan bakar khusus (SPBK) nelayan di Desa Mengare komplek Kecamatan Bungah.

Sebagai bentuk komitmennya, politisi PKB itu mempertemukan langsung Direktur Gresik Migas dengan tiga kepala desa Mengare komplek dan perwakilan nelayan di Kantor Desa Kramat, Rabu (25/5/2022).

Sayangnya, dalam pertemuan itu belum ada kepastian bahwa SPBK nelayan dibangun di wilayah Mengare. Sebab, ada beberapa kendala yang dianggap tidak memenuhi standar.

Salah satunya, akses jalan masuk ke wilayah Mengare tidak memungkinkan dilewati kendaraan besar. Oleh sebab itu, diperlukan alternatif lokasi lain dijadikan tempat SPBK nelayan.

“Kami terus mendorong adanya SPBK nelayan, supaya nelayan tidak kesulitan lagi mendapatkan solar,” ujar pria asal Tanggulrejo, Kecamatan Manyar tersebut.

Selama ini, lanjut Syahrul, nelayan Mengare masih kesulitan mendapatakan solar subsidi. Mereka kerap tidak dilayani oleh pegawai SPBU dengan berbagai alasan. Padahal, solar menjadi tumpuan hidup bagi para nelayan.

“Selain nelayan, solar juga sangat dibutuhkan petani tambak Mengare,” ungkap Ketua Fraksi PKB tersebut.

Anggota dewan termuda ini berharap, pemerintah komitmen memberikan perlindungan kepada nelayan sesuai Perda tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan.

Apalagi, pemerintah daerah sudah mendapatkan instruksi langsung dari Presiden Joko Widodo saat kunjungan kerja (kunker) ke wilayah Gresik beberapa waktu lalu.

“Pemerintah mempunyai kewajiban menjamin kesejahteraan nelayan. Makanya, SPBK nelayan harus terealisasi,” tantang Syahrul.

Sementara itu, Direktur Utama Gresik Migas Habibullah menjelaskan, dalam pembentukan SPBK Nelayan ada mekanisme sendiri. Pemerintah daerah hanya memberikan rekomendasi pembentukan SPBK nelayan.

Kemudian persetujuannya menjadi kewenangan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur. Sedangkan yang menentukan lokasi adalah Pertamina selaku penyalur barang bersubsidi.

“Karena lokasinya harus strategis dan sesuai standar yang telah ditentukan,” kata Habibullah menjelaskan kepada Kepala Desa Kramat, Watuagung dan Tajung Widoro.

Begitu juga dengan permintaan kuota solar subsidi, semua berdasarkan rekomendasi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Gresik, kemudian yang menentukan adalah Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas di Jakarta.

Namun, yang terjadi selama ini berbeda. Kuota solar subsidi tersebut dititipkan kepada masing-masing SPBU. Sedangkan SPBU tidak mengkhususkan solar subsidi kepada nelayan saja. Sehingga yang mengambil tidak terbatas hingga kendaraan umum.

“Munculnya SPBK nelayan ini untuk memenuhi kuota sesuai kebutuhan para nelayan. Supaya tidak diambil oleh yang lain,” imbuhnya.

Berdasarkan data DKP Kabupaten Gresik, perahu nelayan di Mengare ada 902. Data tersebut menjadi acuan Gresik Migas untuk mengajukan lewat proposal kepada DKP Provinsi Jatim dan Pusat.

“Kalau jumlah nelayan semakin banyak ditambah petani tambak, kami minta kepala desa segera mendata kembali dan diajukan ke DKP Kabupaten Gresik. Supaya kami mendapat update data terbaru,” tandasnya.

Terkait hal tersebut, ketiga kepala desa se-Mengare berharap, pembentukan SPBK Nelayan dibangun di dekat akses masuk Mengare. Supaya, para nelayan dan petambak mudah mendapatkan solar subsidi.

“Kalau dibangun di kecamatan lain, kami yakin nelayan Mengare dan petani tambak akan kesulitan mendapatkan solar,” harap Kepala Desa Kramat, Taufik didampingi Kades Watuagung Zamrozi, dan Kades Tajung Widoro Mastain.

Bahkan, pihaknya bersama dua kades yang lain siap mencarikan lokasi yang dianggap strategis yang bisa dilewati kendaraan besar. Baik, melalui sistem sewa maupun dalam bentuk kerja sama yang lain.

“Kami sudah punya Bumdesma untuk mengelola SPBK Nelayan. Masalah kerja sama dengan pemilik lahan itu hanya teknis,” cetusnya serius.
Lp-Fununul Ihsan