Kejati Riau “Sukses” SP3 Sejumlah Kasus Korupsi di Riau, ini kata ahli hukum pidana, Dr.M.Nurul Huda,SH.MH.

Riau- Kejaksaan Tinggi Riau yang kini di pimpin Jaja Subagja, SH, M.H, di kenal sukses dalam menghentikan proses hukum kasus Korupsi Riau, atau SP3. Sejumlah koruptor pun semakin berjaya, mengundang reaksi ahli hukum pidana Riau. Kamis 15/7/2021.

Sebagaimana di beritakan sejumlah media online di Riau, melansir berita sejumlah penanganan kasus korupsi Riau di Kejaksaan Tinggi Riau akhirnya dihentikan dengan mengeluarkan Surat Penetapan Penghentian Penyidikan (SP3). Diantaranya ada kasus pada beberapa tahun lalu, dan kasus terbaru di era Kajati Riau, Jaja Subagja.

Teranyar adalah kasus di Dinas Pendidikan Provinsi Riau yang telah memiliki 2 orang tersangka, yakni Hafes Timtim selaku Kabid Pembinaan di Disdik Riau sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Rahmad Dhanil selaku Direktur PT Airmas Jaya Mesin (Ayoklik.com) yang menjadi rekanan proyek.

Asisten Intelijen Kejati Riau, Raharjo Budi Kisnanto, mengatakan, penghentian penyidikan karena telah ada pengembalian kerugian negara. Nilai kerugian tersebut berdasarkan hasil audit yang dilakukan Inspektorat Provinsi Riau.

Anggaran media pembelajaran berbasis IT dan multimedia jenjang SMA berdasarkan kontrak No: 420/Disdik/2/.3/2018/2121 tanggal 18 Juli 2018 sebesar Rp23 miliar lebih. Nilai pekerjaan bersih yang diterima penyedia berdasarkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) sejumlah Rp21 miliar lebih.

Berdasarkan hasil audit, diketahui kerugian negara sebanyak Rp2,5 miliar. Nilai itu setelah adanya perbaikan dan dan penginstalan ulang software.

“Sebelum berkas perkara atas nama tersangka dilimpahkan ke tahap penuntutan, tersangka telah melakukan pembayaran untuk mengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp2,5 miliar lebih,” ujar Raharjo, Selasa (13/7/2021).

Selanjutnya di ketahui Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau kembali mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap kasus dugaan korupsi. Sebelumnya dugaan korupsi di PT Sarana Pembangunan Riau (SPR) dihentikan dan sekarang diam-diam kasus bagi-bagi jatah proyek di Kabupaten Bengkalis juga dihentikan Kejati karna tidak cukup bukti.

Pengusutan dugaan bagi-bagi jatah proyek ini mulai dilakukan Bagian Pidana Khusus Kejati Riau sejak akhir 2020 lalu. Dugaan proyek yang diusut adalah proyek pada tahun anggaran 2014 hingga 2019.

Sebelumnya, pada Januari 2021, Bagian Pidana Khusus mengaku pihaknya sedang mengumpulkan dokumen proyek. Dokumen-dokumen yang didapat dicocokkan untuk mengetahui adanya tindak pidana.

Pencocokan itu terkait dengan kontrak proyek, Owner Estimate (OE) atau perkiraan harga pengadaan barang/jasa yang dianalisa secara profesional dan disahkan oleh eksekutif yang memiliki otoritas, dan juga melakukan uji petik.

Setelah beberapa bulan, pengusutan kasus tidak terdengar lagi. Akhirnya diketahui kalau proses pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket) sudah dihentikan.

Asisten Intelijen Kejati Riau, Raharjo Budi Kisnanto, membenarkan kalau proses klarifikasi dugaan bagi-bagi jatah proyek yang diusut Bagian Pidana Khusus sudah dihentikan karena tidak cukup bukti.

“Kasus bagi-bagi jatah proyek, Kejaksaan Tinggi melalui Bidang Pidsus sudah melakukan puldata dan pulbaket. Tidak tidak ditemukannya alat bukti sehingga dihentikan pengumpulan datanya,,” jelas Raharjo, Senin (19/4/2021).

Pengusutan dugaan korupsi ini berawal dari laporan ke Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam). Laporan dilanjutkan ke Kejati Riau untuk melakukan penyelidikan.

Kasus lainya yang dihentikan dalam proses penyidikan adalah dugaan korupsi proyek branding iklan Bank Riau Kepri (BRK) tahun 2017-2018 di Garbarata Bandara SSK II Pekanbaru. Kejati menerbitkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3) setelah ada pengembalian uang Rp 732 juta.

Kejati juga menerbitkan SP3 untuk perkara dugaan korupsi pengadaan video wall senilai Rp4,4 miliar di Dinas Komunikasi, Informasi, Statistik dan Persandiaan Kota Pekanbaru. Alasan penghentian karena tersangka sudah mengembalikan kerugian negara Rp3,9 miliar dan alat berfungsi.

Kemudian, dugaan korupsi pembangunan gedung B Rumah Sakit Pendidikan Universitas Riau senilai Rp47,8 miliar. Alasannya, PT Asuransi Mega Pratam (AMP) telah membayarkan jaminan uang muka kepada PT MRC sebesar Rp4,7 miliar.

Sementara dalam penyelidikan, kasus yang dihentikan adalah dugaan korupsi kegiatan peningkatan Jalan Pelabuhan Peranggas-Sungai Kayu Ara di Kabupaten Kepulauan Meranti tahun 2018 senilai Rp18 miliar.

Dugaan korupsi dilansir dari https//www. Aktualdetik.com tunjangan profesi dan tambahan penghasilan guru di Dinas Pendidikan Kuansing 2015-2016. Dugaan korupsi dana hibah kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana 2017-2018 di Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) Rp16 miliar.

Dugaan korupsi belanja jasa publikasi dan belanja bahan bakar minyak/gas di Sekretariat DPRD Riau tahun 2017-2019. Dugaan korupsi dana hibah yang diterima UIN Suska Riau dari PT PLN (Persero) UIP Sumbagteng tahun 2016-2017 sebesar Rp7 miliar.

Ada juga dugaan korupsi penyimpangan kegiatan dregging/eksploitasi pasir laut secara ilegal di perairan Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis oleh PT Global Jaya Maritimindo. Terakhir, dugaan korupsi di PT SPR yang dihentikan karena sudah ditandatangani instansi lain. “Sudah ditangani instansi lain di Jakarta,” kata Raharjo.

Diketahui hukum materiil yang berlaku di Indonesia dalam pengungkapan tindak pidana korupsi adalah merujuk pada UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor, dimana pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan di pidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.

Dalam hal pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan pasal 3 telah memenuhi unsur-unsur pasal dimaksud, maka pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara, tidak menghapuskan pidana terhadap pelaku tindak pidana tersebut, sesuai dengan pasal 4 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor. Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara hanya merupakan salah satu faktor yang meringankan. Hal ini juga spontan mengundang reaksi dari ahli hukum pidana Riau, Dr M. Nurul Huda, SH,.M.H.

Dalam analisanya, Dr Nurul Huda mengatakan, terkait SP3 sejumlah kasus korupsi di Kejati Riau menunjukkan rendahnya semangat Kejaksaan dalam mengungkap kasus korupsi di provinsi Riau, dan tidak sejalan dengan komitmen Negara untuk memberantas pelaku korupsi dan memberikan efek jerah bagi setiap pelaku.

“Kami minta Kejati Riau kaji ulang terhadap dugaan korupsi yang di SP3 kan. Kami khawatir kepercayaan publik akan menurun kepada institusi kejaksaan kita,” Tulis Nurul Huda.