IPRI Law Institute: Muhamad Ali, S.H., M.H Menanggapi Pasal Didalam Undang-Undang Kejaksaan RI

 

Muhamad Ali, S.H., M.H yang merupakan Dir Keuangan di Independen Pembela Rakyat Indonesia ( IPRI ) Law Institute yang juga aktif di berbagai organisasi kemasyarakatan dan keagamaan memberikan tanggapan terkait Pasal yang tercantum didalam Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2021 Perubahan atas Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

Menanggapi Pasal 8B yang berbunyi “Dalam menjalankan tugas dan wewenang Jaksa dapat dilengkapi dengan senjata api dan sarana prasarana lainnya sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan”.

Menurut pendapat Ali mengenai pasal 8B ini berpeluang dapat menimbulkan arogansi serta rawan disalahgunakan, serta dianggap dapat memberikan imunitas (kebal hukum) yang berlebihan kepada Jaksa yang tersandung masalah hukum, selain itu Kejaksaan juga menjadi powerfull dari institusi Aparat Penegak Hukum lainya seperti Kepolisian dan KPK, seharusnya pasal 8B ini dihapus/ditiadakan karena pasal tersebut tidak sesuai dengan prinsip penegakan hukum dan terkesan menguntungkan bagi Kejaksaan karena kewenangan terhadap pasal ini, dan suatu peraturan perundangan-undangan lebih mengedepankan rasa keadilan dan keamanan bagi masyarakat dan bukan hanya pada institusi saja.

Pasal 8 ayat (5) yang berbunyi “Dalam melakukan tugas dan wewenangnya, pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan dan penahanan terhadap Jaksa hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung”.

Menurutnya ini memberikan perlindungan bagi Kejaksaan yang berlebihan yang berpotensi untuk menutupi praktik-praktik yang bertentangan dengan norma-norma hukum yang berlaku dan penyalahgunaan wewenang, apa bedanya dengan seorang Advokat apakah Advokat yang bermasalah dengan hukum harus izin dengan Ketua Umum Organisasi Advokat. Didalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat tidak ada ditemukan pasal yang menyatakan “Dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya, pemanggilan, pemeriksaan, pengeledahan, penangkapan dan penahanan terhadap Advokat harus izin terlebih dahulu kepada Ketua Umum Advokat.
Sedangkan Jaksa dengan Advokat sama-sama sebagai penegak hukum, akan tetapi aturan dari kedua Undang-undang tersebut berbeda dimana terkesan diistimewakan salah satu UU tersebut.

Menanggapi hal tersebut di atas harus merevisi Undang-undang tersebut agar tercipta keadilan supermasi hukum di Indonesia.

Dalam hal ini IPRI Law Institute akan terus mengawal kebijakan hukum di Indonesia agar rasa keadilan, demokrasi, supremasi hukum, dan kepentingan publik terlaksana dan tercipta dengan baik.