Menjelang Hari Demokrasi Internasional, GMKI Menyelenggarakan Diskusi Virtual

Selidikkasus.com – Medan, 28 Agustus 2020 -Semula pada tanggal 15 September tiap tahunnya memperingati Hari Demokrasi Internasional oleh PBB. Hal itu pulalah yang mendasari GMKI Komisariat UMA mengadakan serangkaian Diskusi Virtual yang bertajuk “NgoDe” sebanyak 4 kali menuju Hari Demokrasi Internasional, sebagai ajang pengingat akan pentingnya instrumen demokrasi. Pada diskusi pertama dimulai dengan tema “Historycal of Democracy” yang digelar pada hari Jumat, 28 Agustus 2020 pukul 15.30 WIB melalui platform ZOOM Online Metting.

Fransiscus Bonahara Damanik selaku Ketua GMKI Komisariat UMA menyatakan, maraknya fenomena-fenomena yang saat ini tejadi membuat kita bisa merefleksikan ulang arti dan makna demokrasi yang sejatinya, oleh sebab itu menjelang Hari Demokrasi Internasional GMKI Komisariat Universitas Medan Area mencoba berbicara tentang hal ini. Diskusi ini pun berlangsung dengan lancar dengan sebagaimana mestinya sesuai ciri khas seorang civitas akademik yang kental dengan literasi. Fransiscus Bonahara Damanik juga menambahkan kegiatan ini akan berlangsung sebanyak 4 kali berturut-turut dimulai pada hari ini 28 Agustus sampai nanti tanggal 15 September, sebagai rangkaian konsentrasi. Ucapnya.

Pada perdiskusiaan pertama ini pun mengudang pembicara-pembicara kompatibel dengan pemahaman untuk memperhangatkan intrumen demokrasi. Adapun pembicaranya yaitu Avena Matondang sebagai Antropolog, dan Rholand Muary selaku seorang akademisi yang menggantikan pembicara yang tidak sempat hadir kemudian langsung dimoderatori oleh Wiman Pratama Gea selaku Biro Pendidikan Kader GMKI Komisariat UMA

Terkait tema “Historycal of Democracy” Rholand Muary menyampaikan dengan berakhirnya masa Orde Baru menjadi penanda bagi lahirnya era kebebasan di Indonesia, masa post-otoritarianisme itu segera diikuti oleh situasi kekosongan ideologi politik yang penuh ketidakpastian. Sedangkan Avena Matondang menuturkan hal penting, ia mengatakan politik identitas bisa membunuh sistem demokrasi kita, namun kita tidak menginginkan politik identitas ini merusak demokrasi kita. Avena Matondang juga menambahkan pendidikan politik yang berkualitas yang mampu memberikan model aplikatif sehingga menjadi kekuatan baru untuk pembaruan demokrasi kita.

Pada perjalanannya, beberapa pertanyaan terus berkembang dari para audiens hingga akhir perdiskusiaan selesai. Pada akhir perdiskusiaan Wiman Pratam Gea sebagai moderator menyimpulkan, siklus dan sirkulasi sistem demokrasi selalu tumbuh dimana perjalananya diiringi oleh isu-isu yang terus berkembang dalam narasi kehidupan masyarakat demokrasi, maka benar pendidikan politik adalah stimulus guna merawat demokrasi. Tutupnya.
(Team SK – SUMUT)