Menanti Regulasi Hubungan Industrial 4.0 :Ini Kata Advokat dan Praktisi Hukum

 

 

Jakarta: Setelah Pemilihan Presiden yang telah terlaksana di Indonesia (14/2/2024), tentu banyak harapan-harapan untuk Presiden Baru, banyak aspek yang diharapkan diperbaiki atau justru pembaharuan. Salah satunya dalam Hubungan Industrial.

Menurut Johan Imanuel, Advokat dan Praktisi Hukum Ketenagakerjaan : “Hubungan Industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku usaha dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Pasal 1 butir 16 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan)”.

“Adapun hubungan industrial merupakan lingkup ketenagakerjaan sehingga dibawah tanggung jawab Kementerian Ketenagakerjaan. Kementerian Ketenagakerjaan diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2020 Tentang Kementerian Ketenagakerjaan yang mana dalam Pasal 4 dinyatakan Kementerian Ketenagakerjaan memiliki tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan untuk membantu Presiden dalam menyelenggaraan pemerintahan negara” terang Johan

Namun Johan memahami meskipun Presiden dibantu oleh Kementerian Ketenagakerjaan namun untuk regulasi terkait ketenagakerjaan yang mencangkup hubungan industrial 4.0 tetap menjadi wewenang dari Presiden untuk mengusulkan, mencabut dan/atau amandemen terhadap Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) pada Klaster Ketenagakerjaan.

 

“Usulan regulasi hubungan industrial 4.0 harus dilakukan oleh Presiden Baru nantinya agar menyeluruh pengaturan hubungan industrial 4.0, hal ini karena seringkali terjadi ketimpangan dalam penerapan hubungan industrial karena saat ini sejak era 4.0, maka tidak dipungkuri banyak pengusaha/perusahaan lebih dominan menggunakan digitalisasi, robotic, chatbot dalam melakukan operasional perusahaan. Sampai saat ini tidak ada satupun regulasi terkait 4.0 dalam

Johan mendukung 4.0 dalam hubungan industrial di Indonesia dengan regulasi yang mumpuni.

“Sebenarnya, regulasi tersebut dapat diakomodir dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru dimana sebaiknya Presiden Baru nanti mempersiapkan Rancangan Undang-Undang terbaru yang merupakan gabungan isi dalam UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja. Tidak dipungkiri masyarakat kita sering kebingungan dalam membaca dan memahami UU Ketenagakerjaan atau UU Cipta Kerja. Sering muncul pertanyaan kepada saya : “mana yang berlaku sekarang UU Ketenagakerjaan atau UU Cipta Kerja?” ada lagi yang bertanya : “dimana diatur tentang kewajiban dan hak perusahaan atau pekerja dalam UU Ketenagakerjaan atau UU Cipta Kerja?”. Pernyataan-pertanyaan ini sebenarnya tidak akan muncul lagi apabila regulasi ketenagakerjaan di Indonesia yang mengatur hubungan Industrial secara komprehensif tanpa terpisah-terpisah seperti saat ini ada yang di UU Ketenagakerjaan dan ada yang di UU Cipta Kerja beserta peraturan pelaksananya.”

“Harapannya Presiden Baru dapat mengusulkan rancangan undang-undang baru untuk menggantikan UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja sehingga tidak membingungkan para pelaku hubungan industrial di Indonesia. Salah satunya yang urgensi diatur adalah 4.0 Dalam Hubungan Industrial. Dengan demikian apabila sudah diatur secara komprehensif maka memudahkan Pengusaha/Perusahaan dan Pekerja/Serikat Pekerja dalam melaksanakan hubungan industrial berbasis 4.0”. tutup Johan

Demikian untuk dipublikasikan oleh Rekan-Rekan Media/Pers.

Johan Imanuel, S.H.

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*