Parah Diduga Oknum Kepala Dinas di Inhil Punya Wanita Simpanan

Foto: Ilustrasi.

INHIL – Oknum Kepala Dinas di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) inisial RU diduga memiliki wanita simpanan di Tembilahan. Oknum tersebut diketahui masih aktiv menjabat sebagai salah satu kepala dinas dilingkungan Pemkab Inhil.

Menurut informasi yang dirangkum, RU diduga telah lama menjalin hubungan dengan salah seorang wanita di Tembilahan sekitar 7 tahun dan yang lebih mengejutkan lagi hubungan mereka berdua telah dikarunia seorang anak laki-laki.

Salah seorang warga tempatan inisial AL menyebutkan RU sering kerumah wanita itu inisial TN (40 tahun), jika siang sekitar pukul 17.00 WIB dan malam mulai pukul 19.30 WIB, pulang 22.00 WIB.

“Kalau datang pakai masker dan helm, tidak pernah negur tetangga. Kita sudah lama tau, tapi kita diam saja. Setau saya sudah punya anak satu,” ujar AL saat ditemui Wartawan, Selasa malam, 8 Desember 2020.

Kemudian, oknum Kepala Dinas saat ditemui langsung dirumah TN mengatakan bahwa persoalan ini adalah urusan dia dengan Allah. Dia juga meminta kepada wartawan agar memberitakan yang baik-baik saja.

“Ini aib pribadi saya, urusan saya dengan Allah. Cobalah beritakan yang baik-baik saja. Kalau soal kedinasan boleh-boleh saja,” ujar RU saat keluar dari rumah TN di Jalan Pekan Arba, Tembilahan, Selasa malam.

Dari informasi itu, belum diketahui apakah RU sudah mendapat izin dari istri pertama dan izin dari pejabat terkait sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.

PP ini merupakan revisi dari regulasi sebelumnya yakni Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983. Poligami diatur secara khusus dalam Pasal 4 PP Nomor 45 Tahun 1990, dimana PNS boleh melakukan poligami asalkan mendapatkan izin dari pejabat terkait.

Permintaan izin berpoligami itu harus disampaikan secara tertulis dan harus mencantumkan alasan lengkap yang mendasari keinginan untuk berpoligami.

Sementara untuk pejabat yang bisa memberikan izin poligami diatur dalam regulasi lama yakni PP Nomor 10 Tahun 1983, dimana pejabat yang dimaksud yakni Menteri, Jaksa Agung, pimpinan lembaga non departemen, pimpinan kesekretariatan lembaga tinggi negara, dan gubernur.

Izin tertulis itu harus disampaikan PNS lewat atasan tempatnya bekerja.

“Setiap atasan yang menerima permintaan izin dari Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya, baik untuk melakukan perceraian dan atau untuk beristri lebih dari seorang, wajib memberikan pertimbangan dan meneruskannya kepada Pejabat melalui saluran hierarki dalam jangka waktu selambat-lambatnya tiga bulan terhitung mulai tanggal ia menerima permintaan izin dimaksud,” bunyi lanjutan Pasal 4, seperti dikutip dari laman media nasional.

PP itu juga mengatur bahwa poligami tak bisa dilakukan dengan sesama PNS. Dalam arti, jika PNS pria ingin melakukan poligami, maka dilarang baginya untuk menikahi PNS wanita untuk jadi istri kedua, ketiga, atau ke empat.(Taem media group)