Adv. Analisman Zalukhu, SH, “Postingan dan Komentar Berpotensi Provokasi dan Sara Dapat Dipidana”

P.Nias-sumut-Kebebasan berpendapat dan berekspresi merupakan hak dasar yang dimiliki oleh setiap warga negara yang dilindungi oleh konstitusi sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Pasal 28E (3) “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Selanjutnya pasal 28F “setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Kendati demikian, seseorang dalam mengeluarkan pendapatnya harus menghargai hak orang lain, sebagaimana disebutkan dalam pasal 28J (2) UUD 1945 “dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis”.
Maksudnya, perlu dipahami bahwa seseorang tidak dilarang untuk menyampaikan komentar, hanya saja harus dilakukan dengan cara-cara yang baik dan tidak melanggar hukum.

Media elektronik dan media sosial menjadi menjadi sarana/platform mengalirnya berbagai informasi, kemudian menjadi wadah khususnya bagi jejaring sosial untuk berpendapat dan berekspresi serta mampu menjadi wadah menyampaikan aspirasi publik.

dengan lahirnya UU ITE, sudah sepatutnya masyarakat memahami hal apa saja yang tidak boleh ditulis dan dibagikan (share) melalui media sosial dan bijak dalam menggunakan media sosial dengan berpikir kritis atas informasi, status,komentar, postingan yang ingin dibagikan ke orang lain yang nantinya akan dibagikan juga oleh orang atau pihak lain.

Pasal yang mengatur mengenai penghinaan, pencemaran nama baik dan ujaran kebencian berdasarkan SARA diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE dan Pasal 28 ayat (2) UU ITE:

Bunyi Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah sebagai berikut:

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Sedangkan bunyi Pasal 28 ayat (2) UU ITE adalah sebagai berikut:

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)

Ancaman pidana bagi orang yang melanggar Pasal 27 ayat (3) UU ITE ini diatur dalamPasal 45 ayat (3) UU 19/2016, yang berbunyi:

Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Kemudian ancaman pidana bagi orang yang melanggar ketentuan Pasal 28 ayat (2) UU ITE, adalah sebagaima diatur dalam Pasal 45A ayat (2) UU 19/2016, yakni:

Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Ujarnya

Perlu saya ulas, bahwa dalam menentukan adanya penghinaan atau pencemaran nama baik konten dan konteks menjadi bagian yang sangat penting untuk dipahami. Tercemarnya atau rusaknya nama baik seseorang secara hakiki hanya dapat dinilai oleh orang yang bersangkutan. Dengan kata lain, korbanlah yang dapat menilai secara subyektif tentang konten atau bagian mana dari Informasi atau Dokumen Elektronik yang ia rasa telah menyerang kehormatan atau nama baiknya. Konstitusi memberikan perlindungan terhadap harkat dan martabat seseorang sebagai salah satu hak asasi manusia. Oleh karena itu, perlindungan hukum diberikan kepada korban, dan bukan kepada orang lain. Orang lain tidak dapat menilai sama seperti penilaian korban.Pungkasnya

Lp/tim p.nias/sumut