
Ruteng – Sejumlah pengacara mengkritik kebijakan dan sikap Ketua Pengadilan Negeri Ruteng, I Made Hendra Satya Dharma SH.,MH, terkait minimnya fasilitas yang disediakan untuk advokat dan sikap yang dinilai kurang bersahabat dalam menjalankan tugasnya.
Marsel Ahang seorang lawyer yang cukup fenomenal saat diwawancara Selidikkasus.com pada 10 September 2025 mengungkapkan keprihatinannya. “Sangat berbeda sekali dengan kantor Pengadilan Negeri di Bejawa atau Pengadilan Negeri Labuan Bajo yang menyediakan ruangan tunggu khusus untuk rekan-rekan pengacara. Di sini, fasilitas tersebut tidak ada,” ujarnya.
Pengacara tersebut juga menyoroti sikap Ketua PN Ruteng yang dinilai memiliki ego cukup tinggi. “Beliau jarang tersenyum dan suka merengut. Padahal sebelumnya ada ruangan khusus untuk para pengacara, namun selama masa kepemimpinannya, fasilitas tersebut tidak lagi tersedia,” keluhnya.
Kritik juga diarahkan pada kebijakan parkir di kompleks pengadilan. Kendaraan pengacara dan pengunjung sidang tidak diperbolehkan parkir di dalam kompleks, yang hanya diperuntukkan bagi kendaraan dinas pengadilan, jaksa, dan polisi. Kondisi ini dinilai menyulitkan para penegak hukum dalam menjalankan tugasnya.
Advokat memiliki peran strategis dalam sistem peradilan Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Pasal 5 ayat (1) UU tersebut menegaskan bahwa advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan.
Lebih lanjut, Pasal 14 UU Advokat menyebutkan bahwa advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.
Konstitusi juga memberikan jaminan melalui Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Ahang juga menyampaikan harapannya kepada Mahkamah Agung untuk menempatkan hakim di Kabupaten Manggarai yang mampu dekat dengan masyarakat. “Hakim harus murah senyum dan tidak berlagak seperti Tuhan yang seolah-olah sebagai dewa yang mengharuskan para pencari keadilan bersujud padanya. Pencari keadilan adalah masyarakat yang butuh pelayanan, bukan yang harus tunduk dengan cara yang berlebihan,” tegas Ahang.
Menurutnya, sikap yang arogan dan fasilitas yang tidak memadai dapat menghambat proses penegakan hukum dan akses keadilan bagi masyarakat. “Sistem peradilan harus memberikan rasa nyaman dan kemudahan bagi semua pihak, termasuk advokat yang bertugas mewakili kepentingan kliennya,” tambahnya.
Kritik ini menjadi catatan penting bagi penyelenggaraan peradilan yang lebih baik, mengingat pentingnya kolaborasi antara semua unsur penegak hukum dalam mewujudkan keadilan bagi masyarakat.
Penulis/Editor : MA