Keputusan WTO Merasa Dirugikan, Alamsyah Angkat Bicara 

 

Sulteng- Keputusan organisasi perdagangan dunia (WTO) yang memenangkan gugatan Uni Eropa terhadap upaya hilirisasi industri nikel yang dikerjakan pemerintah Indonesia, akan merugikan rakyat Indonesia dan rakyat Sulteng, termasuk Morowali.

Pendapat ini disampaikan oleh ketua gerakan Demisulteng , Ir. Alamsyah Palenga, 23/11/22 di Palu, Sulteng.

“Dampak hilirisasi industri dan kebijakan ekspor nikel telah terbukti membuka lapangan kerja bagi masyarakat Sulteng dan memberikan peningkatan yang signifikan terhadap pendapatan negara,”Ungkap Alamsyah.

“Dampak hilirisasi nikel telah membuat daerah yang tadinya kurang berkembang, saat ini berkembang luar biasa, pendapatan masyarakat naik dan industri maju yang merupakan turunan dari nikel pun perkembang pesat,” lanjutnya.

Alamsyah menilai, keuntungan strategis dan ekonomis dari kebijakan ekspor dan hilirasasi nikel ini perlu kita bela #demisulteng.

“Kita tahu persis bagaimana gubernur Rusdy Mastura berupaya keras meningkatkan kapasitas fiskal kita. Karena dengan kemampuan fiskal, kita bisa membangun Sulteng dengan lebih baik,”.

Ir. Alamsyah yang juga sebagai wakil sekjen GP Ansor ini mengingatkan bahwa ini juga soal kedaulatan Indonesia dalam mengelola sumberdaya alamnya.

“Belum lagi, ini soal kedaulatan politik dan kedaulatan ekonomi Indonesia sebagai negara berdaulat. Uni Eropa atau siapapun tidak bisa mengabaikan kepentingan nasional Indonesia. Dari potensi nikel Indonesia yang sebesar 52% cadangan dunia, kita bisa menjadi negara maju,”

“Saatnya rakyat kita bersuara #demisulteng yang kita cintai ini”, tuto Alamsyah.

Diberitakan sebelumnya bahwa Indonesia dinyatakan kalah dalam gugatan Uni Eropa di laporan panel Badan Penyelesaian Sengketa atau Dispute Settlement Body (DSB) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Badan tersebut memutuskan bahwa kebijakan Ekspor dan Kewajiban Pengolahan dan Pemurnian Mineral Nikel di Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994.

Red