Kemenpora Gelar Rapat Serap Aspirasi Revisi UU No. 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan di Spring Hill Ruteng

 

 

Ruteng, 5 November 2025 — Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) melalui Deputi Bidang Pelayanan Kepemudaan sukses menggelar Focus Group Discussion (FGD) Serap Aspirasi Revisi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan di Spring Hill Hotel, Jl. Kesturi No.1, Kelurahan Tadong, Kecamatan Langke Rembong, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur, Rabu (5/11).

Acara dibuka secara resmi oleh Wakil Bupati Manggarai, Fabianus Abu, S.Pd., yang menyambut baik penyelenggaraan FGD ini di Kabupaten Manggarai. Dalam sambutannya, Abu menekankan pentingnya partisipasi aktif pemuda dalam pembangunan daerah.

“Kami sangat mengapresiasi Kemenpora yang memilih Ruteng sebagai salah satu lokasi penjaringan aspirasi untuk revisi UU Kepemudaan. Pemuda adalah aset terbesar bangsa, dan mereka harus mendapatkan perlindungan hukum yang kuat serta akses yang memadai terhadap berbagai kesempatan pengembangan diri,” ujar Abu dalam pembukaan acara.

Wakil Bupati juga menyoroti tantangan yang dihadapi pemuda di daerah, khususnya di wilayah Nusa Tenggara Timur. “Pemuda kita memiliki potensi luar biasa, namun seringkali terkendala oleh minimnya akses terhadap informasi, pendampingan hukum, dan peluang ekonomi. Melalui revisi UU ini, kami berharap akan ada terobosan kebijakan yang lebih membumi dan dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh pemuda di daerah,” tambahnya.

Abu juga mengajak seluruh peserta untuk menyampaikan aspirasi secara terbuka dan konstruktif. “Mari kita manfaatkan forum ini sebaik-baiknya untuk menyuarakan kebutuhan nyata pemuda kita, sehingga regulasi yang dihasilkan benar-benar menjawab persoalan di lapangan dan tidak sekadar dokumen formal,” pungkasnya.

FGD yang mengangkat tema “Optimalisasi Aspek Yuridis UU Kepemudaan dalam Menjamin Akses Keadilan dan Bantuan Hukum Bagi Pemuda” ini dihadiri sekitar 80 peserta dari kalangan akademisi, mahasiswa, dan organisasi kepemudaan. Kegiatan berlangsung dari pukul 09.00 WITA hingga sore hari dengan format pemaparan materi, diskusi kelompok terfokus, dan sesi tanya jawab interaktif.

Dr. Agustinus Manfred Habur, Lic. Theol Rektor Universitas Katolik Santu Paulus Ruteng, yang turut hadir sebagai narasumber menekankan pentingnya peran perguruan tinggi dalam mempersiapkan pemuda menghadapi tantangan zaman.

“Sebagai institusi pendidikan tinggi, kami memiliki tanggung jawab besar untuk tidak hanya mendidik pemuda secara akademis, tetapi juga membekali mereka dengan pemahaman hukum, kewarganegaraan, dan keterampilan yang dibutuhkan di era digital. Revisi UU Kepemudaan harus memberikan ruang lebih luas bagi perguruan tinggi untuk berperan aktif dalam pemberdayaan pemuda melalui program-program pengabdian masyarakat dan kemitraan strategis,” ujar Romo Manfred.

Rektor Unika Santu Paulus Ruteng ini juga menyoroti pentingnya inklusi pendidikan tinggi dalam kebijakan kepemudaan. “Banyak pemuda di daerah terpencil yang memiliki potensi luar biasa namun terhambat oleh keterbatasan akses pendidikan tinggi. UU yang baru harus mendorong sinergi antara pemerintah, perguruan tinggi, dan masyarakat untuk menciptakan ekosistem pendidikan dan pemberdayaan yang lebih inklusif dan merata,” jelasnya.

Romo Manfred menambahkan bahwa kampus harus menjadi ruang pembelajaran yang mendorong pemuda untuk berpikir kritis, inovatif, dan memiliki kepedulian sosial. “Kami berkomitmen untuk terus mengembangkan program-program yang relevan dengan kebutuhan pemuda dan masyarakat, termasuk klinik hukum, pusat kewirausahaan, dan inkubator bisnis yang dapat menjadi wadah bagi pemuda untuk mengembangkan ide dan potensi mereka,” pungkasnya.

Kegiatan serap aspirasi ini dilatarbelakangi oleh dinamika sosial, politik, ekonomi, dan teknologi yang berkembang pesat, sehingga menuntut pembaruan regulasi agar tetap relevan dengan tantangan zaman dan kebutuhan generasi muda saat ini. UU Nomor 40 Tahun 2009 yang telah berlaku lebih dari satu dekade dinilai perlu disesuaikan dengan perubahan lanskap kepemudaan, termasuk transformasi digital, meningkatnya partisipasi sosial-politik pemuda, dan perubahan pola kerja serta kewirausahaan.

Marsel Nagus Ahang, S.H., Ketua Lembaga Bantuan Hukum Nusa Komodo Manggarai yang menjadi salah satu narasumber dalam kegiatan ini menekankan pentingnya aspek yuridis dalam perlindungan hak-hak pemuda.

“Revisi UU Kepemudaan harus mampu menjawab kebutuhan mendesak terkait akses keadilan dan bantuan hukum bagi pemuda. Banyak pemuda yang menghadapi persoalan hukum namun tidak memiliki akses memadai terhadap pendampingan hukum. UU yang baru harus secara eksplisit mengatur mekanisme perlindungan hukum, jaminan akses bantuan hukum, dan penguatan peran lembaga-lembaga bantuan hukum dalam memberikan layanan kepada pemuda,” ujar Ahang di Spring Hill Hotel.

Ahang menambahkan bahwa aspek hukum dalam UU Kepemudaan tidak boleh hanya bersifat normatif, tetapi harus operasional dan implementatif. “Kita perlu merumuskan norma-norma baru yang tidak hanya mengakui hak pemuda secara formal, tetapi juga menyediakan instrumen hukum yang dapat diakses dan dimanfaatkan oleh pemuda dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam konteks pemberdayaan ekonomi, partisipasi politik, dan perlindungan dari berbagai bentuk diskriminasi,” jelasnya.

Ketua LBH Nusa Komodo ini juga menyoroti pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam mengimplementasikan regulasi kepemudaan. “Pengalaman kami di lapangan menunjukkan bahwa banyak kebijakan kepemudaan yang baik di atas kertas, namun tidak berjalan optimal karena kurangnya koordinasi dan dukungan di tingkat daerah. Revisi UU ini harus memastikan ada mekanisme pengawasan dan evaluasi yang jelas,” tambahnya.

Dalam paparannya, Dr. Drs. Yohan, M.Si., Deputi Bidang Pelayanan Kepemudaan Kemenpora menyampaikan bahwa revisi UU Kepemudaan merupakan agenda strategis untuk memperkuat peran negara dalam memberdayakan, melindungi, dan memfasilitasi pengembangan potensi pemuda.

Kegiatan yang juga dihadiri oleh pejabat Ditjen Perundang-undangan Kemenkumham ini berlangsung interaktif dengan diskusi yang produktif. Para peserta aktif menyampaikan masukan dan aspirasi terkait substansi pasal-pasal yang perlu diperbarui dalam UU Kepemudaan.

Beberapa poin penting yang muncul dalam diskusi antara lain perlunya penguatan definisi dan batasan usia pemuda, mekanisme pemberdayaan ekonomi kreatif, perlindungan hukum bagi aktivis pemuda, serta penguatan Indeks Pembangunan Pemuda (IPP) sebagai tolok ukur kinerja pembangunan kepemudaan.

FGD ini berhasil menghasilkan dokumen laporan hasil serap aspirasi yang komprehensif, daftar masukan dan rekomendasi substantif dari para peserta, serta rumusan poin-poin perubahan prioritas dalam draf revisi UU Kepemudaan.

Hasil kegiatan ini nantinya akan menjadi bahan penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) sebagai dasar pengajuan perubahan regulasi kepemudaan yang lebih adaptif, partisipatif, dan progresif. Revisi UU Kepemudaan diharapkan dapat menyelaraskan arah kebijakan kepemudaan nasional dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dan visi Indonesia Emas 2045.

Kegiatan ditutup pada pukul 16.30 WITA dengan komitmen semua pihak untuk terus berkontribusi dalam proses penyempurnaan regulasi kepemudaan Indonesia.

 

Penulis/Editor: selidikkasus.com