
Ruteng – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Nusa Komodo Manggarai secara resmi menyatakan kesiapannya untuk mendampingi saksi dan korban dalam kasus dugaan penganiayaan yang diduga dilakukan oleh oknum anggota Polres Manggarai terhadap warga Pitak, Kelaudius Apri Sot (23).
Ketua LBH Nusa Komodo Manggarai, Marsel Ahang, SH, bersama tim pengacara yang terdiri dari Gregorius Antonius Bocok, SH, dan Adrianus Trisno, SH, pada Senin (8/9/2025) resmi menandatangani surat kuasa untuk mendampingi korban dan para saksi dalam proses hukum yang akan dijalani.
Berdasarkan keterangan para saksi yang berinisial BM, DL, dan AJ, kejadian penganiayaan tersebut terjadi pada Minggu pagi sekitar pukul 03.00 WITA di sekitar kantor Pengadilan Negeri Ruteng.
Menurut saksi, mereka sedang dalam perjalanan pulang dari VIP Kafe Blyar ketika tiba-tiba ada mobil patroli polisi yang berpapasan dengan mereka di depan kantor pengadilan.
“Kami tidak tahu waktu kejadian tersebut ada mobil patroli polisi dari Polres Manggarai langsung berada di belakang kami, dan kami takut sehingga lari terpontang-panting tidak tahu apa penyebabnya. Kami juga heran apa alasan polisi menganiaya teman kami yang sekarang lagi sakit sekarat di rumah sakit Ruteng akibat penganiayaan yang diduga dilakukan oleh oknum pihak Polres Manggarai,” ungkap salah satu saksi.
Marsel Ahang, SH, dalam keterangannya menegaskan bahwa LBH Nusa Komodo Manggarai akan memberikan pendampingan hukum secara penuh kepada korban dan keluarganya. “Kami berkomitmen untuk memastikan proses hukum berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan hak-hak korban terlindungi,” tegas Ahang.
Tim pengacara LBH akan bekerja sama dengan pihak keluarga korban yang telah melaporkan kasus ini ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Manggarai dengan nomor laporan LP/B/232/IX/2025/SPKT/RES MANGGARAI/POLDA NTT pada Minggu, 7 September 2025.
Dalam perspektif hukum pidana, tindakan yang diduga dilakukan oknum anggota Polres Manggarai dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penganiayaan sebagaimana diatur dalam Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal tersebut menyatakan bahwa penganiayaan dapat diancam pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.
Lebih lanjut, apabila penganiayaan mengakibatkan luka berat, pelaku dapat dikenakan Pasal 354 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama delapan tahun. Mengingat kondisi korban yang dilaporkan kritis, pasal ini berpotensi untuk diterapkan.
Selain aspek pidana, tindakan tersebut juga berpotensi melanggar Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011.
Pasal 5 Kode Etik menegaskan bahwa anggota Polri dalam menjalankan tugas harus berpedoman pada norma hukum, norma agama, kesopanan, kesusilaan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Tindakan penganiayaan jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut.
Pelanggaran kode etik dapat berujung pada sanksi administratif berupa teguran tertulis, penundaan kenaikan pangkat, mutasi yang bersifat demosi, pembebasan dari jabatan, hingga pemberhentian tidak dengan hormat dari dinas kepolisian.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Pasal 4 dengan tegas menyatakan bahwa kepolisian bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
LBH Nusa Komodo Manggarai menegaskan akan terus memantau perkembangan kasus ini dan memastikan proses hukum berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan perlindungan hak asasi manusia.
Penulis/Editor: by Selidikkasus.com