![IMG-20250212-WA0012](https://selidikkasus.com/wp-content/uploads/2025/02/IMG-20250212-WA0012-1-678x381.jpg)
PEKANBARU – Sengketa antara PTPN IV Regional 3 (dulu PTPN V) dengan masyarakat dan Koperasi Produsen Sawit Sukses Makmur (Kopssa-M) terus bergulir.
Dalam sidang yang digelar hingga larut malam di Pengadilan Negeri Bangkinang pada Selasa (11/2), terungkap sejumlah fakta baru terkait permasalahan pengelolaan kebun sawit yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Sidang kali ini menghadirkan tiga orang saksi dari pihak penggugat yang keseluruhannya merupakan pensiunan pegawai PTPN.
Dalam kesaksiannya, saksi Komsel Matanari, mantan mandor kebun, mengungkapkan bahwa pembangunan kebun sawit memang belum rampung sepenuhnya.
Ia menyebutkan ada sekitar 100 hektar lahan yang kerap mengalami banjir hingga sepuluh kali akibat lokasinya yang terlalu dekat dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) Kampar.
Selain itu, fasilitas perkebunan juga belum tersedia secara memadai, dan baru dibangun setelah keuangan diambil alih oleh Kopssa-M.
Saksi kedua, Doah Barus, yang dahulunya merupakan asisten tanaman, membenarkan bahwa fasilitas kebun masih belum sempurna.
Namun, ia menyoroti bahwa produktivitas kebun mencapai titik terbaiknya saat kepemimpinan Nusirwan di Kopssa-M.
Ia juga menyebut luas lahan produktif meningkat dari 600 hektare menjadi 800 hektare di era pengelolaan Nusirwan, dengan seluruh biaya perbaikan ditanggung oleh Kopssa-M tanpa kontribusi dari PTPN IV, yang sebenarnya memiliki kewajiban untuk mendukung pengelolaan kebun.
Sementara itu, Andri Ideawan, saksi di bidang keuangan, menjelaskan bahwa awalnya PTPN menginvestasikan Rp 41 miliar dalam pembangunan kebun, ditambah pendanaan dari Bank Agro sebesar Rp 38 miliar, sehingga totalnya menjadi Rp 79 miliar.
Namun, dalam perkembangannya, PTPN mengalihkan pinjaman ke Bank Mandiri Cabang Palembang, yang menyebabkan masyarakat terbebani bunga bank.
Selain itu, alokasi 30 persen keuntungan dari hasil kebun untuk membayar cicilan utang ternyata tidak mencukupi akibat rendahnya produktivitas kebun.
Seorang tokoh masyarakat yang hadir dalam sidang menilai bahwa berbagai kegagalan dalam pengelolaan kebun sawit ini berakar pada kurangnya perencanaan dari PTPN V sejak awal.
Sidang ini menjadi momentum penting dalam mengungkap akar permasalahan konflik berkepanjangan antara PTPN IV Regional 3 dan Kopssa-M.
Persidangan akan terus berlanjut untuk menentukan tanggung jawab pihak-pihak terkait dalam sengketa ini. ***