Temuan BPK Kesalahan Penganggaran Belanja Modal pada Badan Keuangan dan Aset Daerah Sebesar Rp315.000.000,00

Kabupaten Tanjung Jabung Barat-  “Temuan BPK Kesalahan Penganggaran Belanja Modal pada Badan Keuangan dan Aset Daerah Sebesar Rp315.000.000,00 Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) pada TA 2020 menganggarkan Belanja Modal Peralatan dan Mesin sebesar Rp3.713.600.000,00 dengan realisasi sebesar Rp3.626.239.076,00 atau 97,65%. Terdapat kegiatan Belanja Barang yang akan Diserahkan kepada Masyarakat/Pihak Ketiga direalisasikan sebagai Belanja Modal.

Berdasarkan hasil pemeriksaan secara uji petik atas dokumen pertanggung jawaban belanja modal pada
BKAD diketahui bahwa terdapat realisasi Belanja Modal Peralatan dan Mesin dengan SP2D nomor 04301/BUD/2020 tanggal 10 Desember 2020 sebesar Rp314.600.000,00 dari anggaran sebesar Rp315.000.000,00 berupa pengadaan satu set alat ukur tanah untuk Kantor Pertanahan Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Alat ukur tanah tersebut tidak digunakan untuk kegiatan Pemkab Tanjung Jabung Barat melainkan diserahkan kepada pihak ketiga.

Penganggaran dan realisasi belanja
tersebut pada Belanja Modal Peralatan dan Mesin tidak tepat karena hasil kegiatan tersebut tidak menambah nilai aset Pemkab Tanjung Jabung Barat, sehingga seharusnya dianggarkan dan direalisasikan pada Belanja Barang dan Jasa yaitu Belanja Barang yang akan Diserahkan kepada Masyarakat/Pihak Ketiga.

Pemeriksaan lebih lanjut pada Kartu Inventaris Barang (KIB) B yaitu Aset
Tetap Peralatan dan Mesin pada BKAD menunjukkan bahwa alat ukur tanah tersebut masih dicatat sebagai Aset Peralatan dan Mesin.

Berdasarkan keterangan dari Kepala Bidang Aset diketahui bahwa alat ukur tanah tersebut telah dihibahkan kepada
Kantor Pertanahan berdasarkan Naskah Hibah Barang Milik Daerah Nomor
032/134/NH/BKAD/2021 tanggal 21 Januari 2021.

“Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 33 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun
Anggaran 2020, Lampiran:
1) Bagian III.2.h.10 yang menyatakan bahwa “Pengadaan barang/jasa yang akan diserahkan kepada pihak ketiga/masyarakat pada tahun anggaran berkenaan, dianggarkan pada jenis belanja barang dan jasa dengan mempedomani Pasal 298 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2018, serta peraturan perundang undangan lain di bidang hibah dan bantuan sosial”; dan

2) Bagian III.2.i.2 yang menyatakan bahwa “Penganggaran belanja modal
digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan aset tetap dan aset lainnya (aset tak berwujud) yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, digunakan dalam
kegiatan pemerintahan dan memenuhi nilai batas minimal kapitalisasi aset
(capitalization threshold)”.
b. Buletin Teknis (Bultek) Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 4 tentang Penyajian dan Pengungkapan Belanja Pemerintah, Bab V.C.2 tentang Kriteria Belanja Modal yang menyatakan bahwa “Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih
dari satu periode akuntansi”. Permasalahan tersebut mengakibatkan anggaran dan realisasi Belanja Modal pada LRA lebih saji masing-masing sebesar Rp315.000.000,00 dan sebesar Rp314.600.000,00.

Permasalahan tersebut disebabkan:
a. Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) tidak cermat dalam memverifikasi usulan DPA BKAD; dan
b. Kepala BKAD kurang cermat dalam penyusunan anggaran yaitu tidak sesuai
klasifikasi belanja sebagaimana mestinya…… (bersambung)…

(sumber LHP BPK RI )

LP/Taem media Cyber Group Nsional)