Ruteng – Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Nusa Komodo Manggarai, Marsel Ahang, SH, menegaskan bahwa tindakan wartawan berinisial EP terhadap Bupati Manggarai Herybertus GL Nabit telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana pemerasan dan penipuan.
Marsel mendorong Bupati Nabit untuk segera melaporkan EP ke Kepolisian atas dugaan pemerasan yang dilakukan dengan modus mengaku bersama pimpinan media untuk meminta uang.
“Setelah mempelajari bukti-bukti yang ada, saya berkesimpulan bahwa tindakan EP telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana pemerasan sebagaimana diatur dalam Pasal 368 KUHP,” tegas Marsel Ahang kepada Selidikkasus.com, Jumat (14/11).
“Pasal 368 ayat (1) KUHP mengatur bahwa pemerasan memiliki unsur: pertama, dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum; kedua, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu. Ancaman pidananya adalah penjara paling lama 9 tahun,” jelasnya.
Marsel menjelaskan bahwa unsur “ancaman” dalam pemerasan tidak harus disampaikan secara eksplisit. “Ancaman dapat bersifat tersirat, terutama ketika seorang wartawan yang memiliki akses informasi meminta uang kepada pejabat. Ancaman implisit tersebut adalah: jika tidak memberi, maka informasi negatif akan disebarkan,” paparnya.
“Dalam kasus ini, pola kronologisnya jelas: EP meminta uang kepada Bupati Nabit dengan berbagai alasan, permintaan tidak dipenuhi, kemudian tiba-tiba muncul rekaman yang merugikan Bupati Nabit. Ini membuktikan ancaman tersebut bukan hanya tersirat, tetapi benar-benar direalisasikan,” tegasnya.
Marsel juga menegaskan bahwa tindakan EP yang mengaku sedang bersama pimpinan atau editor media Floresa.co padahal tidak benar, merupakan tindak pidana penipuan.
“Berdasarkan Pasal 378 KUHP tentang penipuan, unsurnya adalah dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu. Ancaman pidananya adalah penjara paling lama 4 tahun,” jelas Marsel.
“EP menggunakan nama media Floresa.co dan mengaku bersama editor media tersebut untuk menggerakkan Bupati Nabit memberikan uang. Padahal pihak Floresa.co telah mengklarifikasi bahwa orang yang ada di foto bersama EP bukan bagian dari tim mereka. Ini adalah tipu muslihat yang jelas memenuhi unsur penipuan,” tegasnya.
Marsel menambahkan bahwa karena pemerasan dilakukan melalui WhatsApp, EP juga dapat dijerat dengan Pasal 29 UU ITE.
“Pasal 29 UU ITE menyatakan bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi dapat dipidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta,” papar Marsel.
“Pola pesan yang dikirimkan EP kepada Bupati Nabit menunjukkan adanya upaya menekan atau menakut-nakuti secara tersirat untuk memberikan uang. Apalagi ketika permintaan tidak dipenuhi, tiba-tiba muncul informasi yang merugikan Bupati. Ini adalah modus pemerasan modern melalui media elektronik,” jelasnya.
Marsel juga mengecam keras tindakan EP yang mencoreng profesi jurnalistik. “Wartawan adalah pilar demokrasi yang seharusnya independen dan berintegritas. Namun oknum seperti EP justru menggunakan profesi ini untuk memeras pejabat. Ini sangat merugikan wartawan profesional lainnya dan kebebasan pers secara keseluruhan,” tambahnya.
Penulis/Editor : by selidikkasus.com