
Labuan Bajo – Lembaga Pengkaji Peneliti Demokrasi Masyarakat (LPPDM) mendesak Kepolisian Resort Manggarai Barat untuk segera menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SP2HP) terkait laporan dugaan pelanggaran hukum ketenagakerjaan dan perizinan usaha oleh Koperasi Serba Usaha (KSU) BTNK yang beroperasi di kawasan Taman Nasional Komodo.
Pengaduan resmi yang dilayangkan pada 12 Juni 2025 ini mengungkap berbagai praktik yang diduga melanggar peraturan perundang-undangan, khususnya dalam bidang ketenagakerjaan dan perizinan usaha di kawasan konservasi seperti Pulau Rinca (Loh Buaya), Pulau Padar, dan Gili Lawa Darat.
Berdasarkan investigasi LPPDM, ditemukan sistem pengupahan yang tidak layak terhadap ranger atau pawang komodo. Upah hanya diberikan berdasarkan 10 hari kerja aktif, dan setelah itu terjadi sistem rotasi dengan koperasi lain tanpa pemberian upah selama masa istirahat.
“Praktik ini mengakibatkan pekerja tidak mendapat upah kontinyu meskipun terikat dalam hubungan kerja. Ini jelas melanggar UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menjamin hak pekerja atas penghasilan yang layak,” ujar Gregorius Bocok, Sekjen LPPDM.
Bocok juga menyoroti tidak adanya jaminan sosial bagi pekerja. “Para ranger tidak mendapat jaminan BPJS Ketenagakerjaan, padahal ini merupakan kewajiban menurut UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS,” tambahnya.
Selain itu, LPPDM menemukan adanya diskriminasi terhadap tenaga kerja lokal. KSU BTNK dinilai tidak mengutamakan perekrutan masyarakat asli Desa Komodo, sehingga warga lokal terpinggirkan dari kesempatan kerja di wilayah mereka sendiri.
Dugaan pelanggaran lainnya menyangkut kelengkapan izin usaha. “KSU BTNK tidak memiliki Izin Usaha Penyediaan Jasa Wisata Alam (IUPJWA) dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Ini berarti mereka beroperasi di kawasan konservasi tanpa izin yang lengkap dan sah, melanggar UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan PP No. 36 Tahun 2010,” jelas Bocok.
Status hukum koperasi yang hanya mengandalkan izin tunggal dari Kemenkeu juga dipertanyakan, karena tidak jelas apakah prosedur pembentukan dan pengesahan koperasi telah sesuai dengan UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
Greogorius Bocok menegaskan bahwa LPPDM mendesak Polres Manggarai Barat untuk segera menindaklanjuti laporan ini dengan menerbitkan SP2HP.
“Kami meminta Kapolres Manggarai Barat untuk segera menerbitkan SP2HP sebagai bentuk keseriusan aparat penegak hukum dalam menangani kasus ini. Pelanggaran yang terjadi sudah sangat jelas dan merugikan banyak pihak, terutama pekerja dan masyarakat lokal,” tegas Bocok.
Ia menambahkan, “Kami telah menyampaikan pengaduan lengkap dengan dasar hukum dan fakta-fakta pelanggaran. Kasus ini tidak hanya soal ketenagakerjaan, tetapi juga menyangkut perlindungan kawasan konservasi Taman Nasional Komodo yang merupakan warisan dunia.”
LPPDM menuntut dilakukannya penyelidikan pidana terkait dugaan pelanggaran hukum ketenagakerjaan dan proses hukum sesuai dengan KUHP serta UU terkait jika terbukti ada unsur pidana.
“Kami berharap pengaduan ini ditindaklanjuti secara serius dan profesional demi tegaknya supremasi hukum, perlindungan hak asasi manusia, dan kelestarian Taman Nasional Komodo,” pungkas Bocok.
Penulis/Editor :MA