
Labuan Bajo, – Bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi, kembali menuai kritik tajam atas inkonsistensi sikapnya dalam menangani pemanfaatan kawasan pesisir. Sikap yang terkesan tidak tetap pendirian ini semakin mencuat ketika ia menolak keras rencana pembangunan vila di Pulau Padar, namun di sisi lain justru menerima denda administratif dari hotel-hotel yang melanggar sempadan pantai di Labuan Bajo.
Dalam rapat koordinasi dengan Forkopimda dan tokoh masyarakat pada Minggu (31/08/2025), Bupati Edi dengan tegas menyatakan bahwa ia akan memperjuangkan penolakan pembangunan penginapan di Pulau Padar ke pemerintah pusat. Ia berdalih bahwa kewenangan pengelolaan Pulau Padar sepenuhnya ada di tangan Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) sebagai bagian dari pemerintah pusat.
Namun sikap berbeda justru ditunjukkan Bupati Edi terkait pelanggaran sempadan pantai di Labuan Bajo. Melalui SK Bupati Nomor 277/KEP/HK/2021, sebanyak 11 hotel di kawasan Pantai Wae Cicu dan Pantai Pede dikenakan sanksi administratif dengan total denda mencapai Rp 34 miliar karena melanggar ketentuan pemanfaatan ruang sempadan pantai.
Yang menjadi pertanyaan, mengapa Bupati Edi begitu vokal menolak pembangunan di Pulau Padar dengan alasan perlindungan lingkungan, namun ketika terjadi pelanggaran sempadan pantai, ia justru “menerima” pelanggaran tersebut melalui mekanisme denda administratif
“Inkonsistensi ini sangat jelas terlihat. Di satu sisi menolak pembangunan vila di Pulau Padar dengan dalil lingkungan, namun di sisi lain justru membiarkan hotel-hotel melanggar sempadan pantai dan cukup menyelesaikannya dengan denda. Ini menunjukkan tidak adanya ketegasan dan konsistensi dalam penegakan aturan,” kritik Gregorius Bocok, Sekretaris Jenderal Lembaga Pengkaji Peneliti Demokrasi Masyarakat.
Gregorius Bocok menambahkan bahwa sikap seperti ini justru kontraproduktif bagi upaya pelestarian lingkungan dan pembangunan pariwisata berkelanjutan di Manggarai Barat. “Kalau memang peduli lingkungan, seharusnya konsisten di semua lini. Bukan pilih-pilih berdasarkan kepentingan tertentu,” tegasnya.
Data menunjukkan bahwa dari 11 hotel yang didenda, hanya dua yang telah melunasi sanksi tersebut, yaitu Atlantis Beach Club (Rp 293,3 juta) dan Plataran Komodo (Rp 1,5 miliar). Sementara dua hotel lainnya, Sylvia Resort Komodo dan Ayana Komodo Resort, justru memenangkan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kupang.
Hal ini semakin menguatkan kritik bahwa kebijakan Bupati Edi tidak memiliki landasan hukum yang kuat dan cenderung tidak konsisten. Bagaimana mungkin menolak keras pembangunan di Pulau Padar dengan alasan lingkungan, namun membiarkan privatisasi pantai publik terjadi di Labuan Bajo
Publik kini menunggu penjelasan yang lebih tegas dan konsisten dari Bupati Edi Endi terkait visi dan misinya dalam mengelola kawasan pesisir Manggarai Barat. Apakah benar-benar untuk kepentingan lingkungan dan masyarakat, ataukah ada agenda tersembunyi di balik inkonsistensi sikap ini.
Penulis/Editor :MA