
PEKANBARU – Polemik kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 300 persen di Kota Pekanbaru terus menuai perhatian publik. Setelah munculnya pemberitaan bahwa Wali Kota Pekanbaru, Agung Nugroho, berencana merevisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024, pemerhati kota Pekanbaru Masril Ardi kembali angkat suara.
Menurutnya, langkah paling tepat saat ini adalah menunda penerapan Perda PBB 300 persen sambil menunggu proses revisi selesai.
“Menunda bukan berarti tidak membayar. Masyarakat tetap bisa membayar PBB berdasarkan Perda lama sebelum aturan baru direvisi,” jelas Masril Ardi kepada wartawan, Selasa (19/08/2025).
Masril menekankan bahwa revisi sebuah Perda bukanlah proses singkat. Setidaknya dibutuhkan minimal 2,5 bulan, bahkan bisa lebih, karena harus melalui pembahasan politik dan mempertimbangkan kepentingan berbagai kelompok.
“Revisi Perda sarat dengan kepentingan politik. Saya melihat ada kepentingan tertentu yang ikut bermain dalam proses ini,” tegasnya.
Lebih jauh, Masril menyindir, jangan sampai revisi Perda hanya sebatas memenuhi kepentingan politik dan kelompok tertentu, sementara masyarakat tidak merasakan manfaat nyata.
“Kalau keputusan politik dan kelompok sudah terpenuhi, lalu masyarakat dapat apa? Apakah pemerintah hanya berhenti di Perda saja tanpa kebijakan lanjutan?” ujarnya.
Masril mendorong Pemko Pekanbaru untuk mencari solusi lain dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), agar beban pajak masyarakat tidak semakin berat. Menurutnya, pemerintah daerah bisa mengoptimalkan sektor lain, bukan semata mengandalkan PBB.
“Pemerintah harus kreatif mencari sumber PAD lain. Jangan hanya membebani masyarakat lewat pajak yang melonjak tinggi,” tambahnya.
Polemik kenaikan PBB 300 persen ini memang menjadi isu hangat di Pekanbaru. Banyak warga menilai kebijakan tersebut terlalu memberatkan, apalagi di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.**