Kasus Prada Lucky dan Reformasi Budaya Militer TNI

 

Kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo pada 6 Agustus 2025 setelah diduga dianiaya oleh senior sesama prajurit TNI di Nagekeo, NTT, kembali menghadirkan pertanyaan mendasar tentang budaya dan sistem pembinaan dalam tubuh TNI. Dengan 20 tersangka yang kini terlibat dalam kasus ini, termasuk perwira yang diduga sengaja membiarkan kekerasan terjadi, tragedi ini bukan sekadar kasus individual, melainkan cermin dari permasalahan sistemik yang memerlukan penanganan serius dan reformasi menyeluruh dalam institusi militer Indonesia.

Kasus ini menunjukkan adanya distorsi dalam penerapan sistem senioritas di lingkungan TNI yang telah berubah menjadi justifikasi untuk melakukan kekerasan terhadap prajurit junior. Senioritas yang seharusnya menjadi fondasi pembinaan karakter dan disiplin, telah disalahgunakan untuk melanggengkan budaya intimidasi dan kekerasan. Ketidakkonsistensan informasi awal dari kasus ini, dimana Lucky awalnya dilaporkan jatuh dari pohon kemudian berubah menjadi diserang massa, mencerminkan upaya menutupi kebenaran yang justru merusak kredibilitas institusi. Hal ini menunjukkan lemahnya sistem pengawasan internal dan transparansi dalam penanganan kasus, dimana keterlibatan perwira yang membiarkan kekerasan terjadi mengindikasikan kegagalan mekanisme kontrol dan supervisi di tingkat unit.

Dampak dari kasus ini sangat serius terhadap citra TNI di mata publik, khususnya dalam hal kredibilitas institusi dimana masyarakat mulai mempertanyakan kemampuan TNI dalam membina dan mengawasi anggotanya sendiri. Kepercayaan keluarga prajurit juga terguncang karena kekhawatiran akan keselamatan anggota keluarga mereka yang bertugas, sementara kasus seperti ini dapat mempengaruhi minat generasi muda untuk bergabung dengan TNI dan berpotensi menciptakan krisis rekrutmen di masa depan. Oleh karena itu, TNI harus segera mengambil langkah-langkah konkret untuk memulihkan kepercayaan publik dan mencegah terulangnya tragedi serupa.

TNI perlu melakukan reformasi budaya organisasi dengan mengimplementasikan program “zero tolerance” terhadap setiap bentuk kekerasan fisik atau psikis terhadap anggota, terlepas dari alasan apapun, yang harus diproses secara hukum tanpa pandang bulu. Konsep senioritas harus didefinisikan ulang dari “power over” menjadi “mentorship and guidance” dengan implementasi program mentor-mentee yang terstruktur dan evaluasi berkala. Pelatihan khusus tentang kepemimpinan positif dan pembinaan yang humanis harus diberikan kepada prajurit senior, sementara integrasi pendidikan HAM dan etika profesi dalam seluruh jenjang pendidikan militer menjadi keharusan untuk membangun karakter yang berorientasi pada penghormatan terhadap martabat manusia.

Penguatan sistem pengawasan internal menjadi prioritas dengan membangun mekanisme whistleblowing yang aman dan terlindungi bagi prajurit yang melihat atau mengalami penyimpangan, disertai jaminan perlindungan dari tindakan balas dendam. Audit berkala tentang iklim kerja dan hubungan antar prajurit di setiap unit perlu dilakukan dengan implementasi sistem early warning untuk mendeteksi potensi konflik atau penyimpangan perilaku. Sistem rotasi dan penempatan yang efektif harus diimplementasikan untuk mencegah terbentuknya kelompok tertutup yang berpotensi melakukan penyimpangan, serta program kesehatan mental dengan konseling dan dukungan psikologis bagi seluruh anggota TNI perlu segera direalisasikan.

Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci dalam membangun kembali kepercayaan publik melalui komunikasi yang jujur dan memberikan akses seluas-luasnya kepada keluarga korban untuk mendapatkan informasi terkait kematian Prada Lucky. TNI harus menghindari upaya cover-up yang justru akan merusak kredibilitas institusi jangka panjang dan memberikan update berkala kepada publik tentang perkembangan kasus dan langkah-langkah perbaikan yang diambil. Sanksi maksimal sesuai hukum militer harus diterapkan tanpa pandang bulu, termasuk kepada perwira yang terlibat atau lalai, dengan menjadikan kasus ini sebagai preseden bahwa TNI serius dalam menegakkan disiplin dan keadilan internal.

Kasus Prada Lucky harus menjadi momentum untuk transformasi fundamental dalam budaya TNI karena institusi militer yang kuat bukan hanya ditentukan oleh kemampuan tempur, tetapi juga oleh integritas, profesionalisme, dan kemampuan untuk melindungi setiap anggotanya. TNI memiliki kesempatan emas untuk membuktikan komitmennya terhadap reformasi internal dan membangun kepercayaan publik melalui penanganan kasus ini secara transparan, adil, dan konsisten. Harapan masyarakat adalah agar tragedi serupa tidak terulang lagi, dan TNI dapat menjadi institusi yang benar-benar profesional, modern, dan menghormati nilai-nilai kemanusiaan melalui perubahan mendasar yang telah lama dinanti-nantikan.

Penulis/Editor : Marsel Ahang