Dr YK: Tuduhan ke kliennya Laporan Polisi Memiliki Argumentasi yang Lemah, Kapolda Riau Diminta Pemeriksaan Ahli

 

Pekanbaru – Dalam upaya membela hak hukum kliennya, advokat dari kantor Law Firm DR.Yudi Krismen, SH.,MH. & Partner meminta kepada Kapolda Riau untuk pemeriksaan Ahli Administrasi Publik dan Ahli Hukum Pidana dalam perkara pidana dugaan penyerobotan tanah yang dilaporkan oleh seseorang purnawirawan polri dengan pangkat terakhir Komisaris Besar Polisi.

Advokat Yudi Krismen Dalam surat permohonannya mengatakan, kliennya telah dilaporkan dalam dugaan tindak pidana Pemalsuan Surat dan Penyerobotan Tanah Pasal 263 Jo 385 KUHPidana terhadap objek tanah yang terletak di wilayah kelurahan Delima Kota Pekanbaru (sebelum pemekaran masuk wilayah kelurahan sidomulyo-red)

Padahal pada faktanya kata DR. Yudi Krismen, kliennya mempunyai surat kepemilikan berupa Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) yang register pada tanggal 06 Juni 1985 yang peroleh dengan cara membeli.

“Hingga saat ini belum ada yang menggugat dan juga belum ada putusan pengadilan yang menyatakan SKGR yang dimiliki klien kami tidak sah,” ungkap advokat yang akrab dengan sapaan DR YK itu. Rabu (9/4/25)

Dr. YK menegaskan, tuduhan yang mengatakan kliennya melakukan penyerobotan tanah dan memiliki surat palsu yang merupakan dasar dari Laporan Polisi memiliki argumentasi yang lemah. Karena menurut dia berdasarkan surat yang dikeluarkan oleh kelurahan Sidomulyo Timur, buku agenda (register) dan arsip surat pada tahun 1985 telah hilang dan/atau tidak ditemukan.

“Maka tidak dapat dinyatakan dasar kepemilikan Klien Kami tersebut adalah Surat Palsu dan tidak dapat dinyatakan juga Klien Kami telah melakukan Penyerobotan Tanah/Lahan,” tegasnya.

Ironinya sambung Dr YK, kliennya malah menerima Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP). Ia menanyakan dasar penyidik meningkatkan statusnya ke tahap penyidikan, apakah sebelumnya sudah dilakukan pemeriksaan terhadap alas hak atas tanah milik Pelapor maupun milik Terlapor dengan meminta keterangan Ahli Administrasi dan Ahli Pidana.

Beberapa hal yang menjadi pertanyaan mendasar oleh Dr Yudi Krismen, indicator apa yang digunakan sebagai data pembanding untuk menyatakan bahwa surat alas hak yang dimiliki oleh kliennya adalah surat palsu, sedangkan pernyataan dari kantor lurah Sido mulyo Timur telah nyatakan bahwa buku register pada tahun 1985 hilang dan/atau tidak ditemukan.

Selanjutnya, Dr Yudi Krismen juga menanyakan bagaimana penyidik menentukan berdasarkan hukum seseorang dapat dikatakan pemilik surat palsu dan pelaku penyerobot tanah jika dalam satu bidang tanah terdapat 2 (dua) surat/dasar kepemilikan tanah. Bukankah seharusnya perkara ini perlu penyelesaian secara perdata terlebih dahulu agar dapat membuktikan sah atau tidaknya surat/dasar kepemilikan atas tanah tersebut

“Kami menduga keputusan penyidik meningkatkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan masih premature. kami melihat penyidik yang menangani perkara tersebut cenderung tidak professional dan proposional, tidak PRESISI dalam memeriksa dan menangani perkara,” ucap DR YK.

DR Yudi Krismen mengingatkan agar penyidik yang melakukan penyidikan memahami asas-asas Ultimum Remedium, adalah prinsip dalam hukum pidana yang menegaskan bahwa pemidanaan (sanksi pidana) harus menjadi upaya terakhir (last resort) dalam menyelesaikan suatu perkara.

“Artinya, hukum pidana hanya boleh digunakan ketika upaya lain di luar hukum pidana seperti hukum perdata, administrasi, atau mediasi dinilai tidak cukup efektif untuk menangani masalah tersebut.”

“Penyidik dalam hal ini harus memperhatikan asas hukum tersebut sebelum menaikkan perkara ke Kejaksaan,” tegas Advokat DR.Yudi Krismen, SH.,MH yang juga akademisi itu.