
Sungai Pakning – Ada yang janggal dalam penguasaan lahan perkebunan kelapa sawit milik PT Surya Dumai Agrindo (SDA) di Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis, Riau. Lahan yang diklaim perusahaan ini diduga melebihi luas yang tercantum dalam dokumen perizinan. Dugaan ini muncul setelah BCN-ICI (Badan Pekerja Nasional Indonesian Corruption Investigation) Wilayah Riau menemukan ketidaksesuaian data luas lahan dalam berbagai surat keputusan dan izin usaha perkebunan.
BCN-ICI Provinsi Riau yang dipimpin oleh Darwis AK resmi mengajukan permohonan pengukuran ulang lahan tersebut kepada Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Bengkalis. Permohonan yang tertuang dalam surat nomor 138/BPN.ICI/RIAU/P/II/2025 ini disampaikan pada 18 Februari 2025 lalu dan diterima langsung oleh Heli Astuti, staf sekretariat Dinas Perkebunan Kabupaten Bengkalis.
Ada Apa dengan Luas Lahan?
Dalam surat permohonannya, BCN-ICI mengungkapkan bahwa PT Surya Dumai Agrindo memperoleh lahan perkebunan dari PT Riau Makmur Sentosa (RMS). Berdasarkan Akta Notaris Jual Beli Nomor 47 tanggal 20 April 2011, lahan tersebut berstatus inti plasma yang dibeli dari PT RMS.
Namun, masalah muncul ketika ditelusuri lebih jauh ke dokumen-dokumen perizinan. Keputusan Menteri Kehutanan No. SK 377/Menhut-II/2007 menetapkan bahwa lahan tersebut merupakan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi dengan luas 6.869,80 hektare. Luasan yang sama tercantum dalam Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2/HGU/BPN.RI/2011 yang memberikan Hak Guna Usaha (HGU) kepada PT Riau Makmur Sentosa.
Anehnya, dalam Surat Bupati Bengkalis No. 1449/Disbun/XI/2003, PT Riau Makmur Sentosa mendapatkan Izin Usaha Perkebunan (IUP) seluas 8.200 hektare. Perbedaan seluas 1.330,20 hektare ini menimbulkan pertanyaan serius tentang validitas perizinan dan potensi kelebihan lahan yang dikuasai PT Surya Dumai Agrindo.
Jejak Izin yang Membingungkan
Ketidaksesuaian data luas lahan ini semakin rumit saat menelusuri jejak perizinan lainnya. Keputusan Bupati Bengkalis No. 147 Tahun 2004 memberikan izin lokasi untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit seluas 8.200 hektare kepada PT Riau Makmur Sentosa. Pada 2005, izin ini diperkuat dengan Keputusan Bupati Bengkalis No. 240 tentang Kelayakan Lingkungan (AMDAL) untuk luas lahan yang sama.
Namun, dalam Keputusan Gubernur Riau No. Kpts 943/X/2009, PT Riau Makmur Sentosa mendapatkan Izin Pemanfaatan Kawasan (IPK) seluas 6.869,80 hektare. Inilah yang menjadi dasar pengajuan pengukuran ulang oleh BCN-ICI Riau.
“Perbedaan luas lahan ini tidak dapat diabaikan. Perlu dilakukan pengukuran ulang agar tidak terjadi penyalahgunaan lahan yang berpotensi merugikan negara dan masyarakat,” ujar Darwis AK, Direktur BCN-ICI Provinsi Riau, Rabu (19/02/2025)
Batas Lahan yang Dipertanyakan
Diutarakan Darwis, bahwa BCN-ICI Riau juga merinci batas lahan yang saat ini dikuasai oleh PT Surya Dumai Agrindo:
Sebelah Utara: Berbatasan dengan IUP Koperasi Bina Tani Buruk Bakul dan CV Lubuk Muda Raya.
Sebelah Barat: Berbatasan dengan IUPHHK-HT PT Bukit Batu Hutan Lestari (PT Mapala Rabda dan Kop Tani Tuah Sakato).
Posisi lahan yang strategis dan berbatasan dengan beberapa entitas ini semakin menegaskan pentingnya pengukuran ulang untuk menghindari potensi konflik agraria di masa mendatang.
BCN-ICI Riau menegaskan bahwa langkah investigasi ini dilakukan sebagai bagian dari upaya pengawasan penggunaan lahan agar sesuai dengan peraturan yang berlaku. Mereka juga menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas.
Menanti Kepastian Hukum
Kasus dugaan selisih luas lahan ini menunjukkan kompleksitas tata kelola perizinan lahan di Kabupaten Bengkalis. Sejumlah dokumen perizinan yang saling bertentangan menimbulkan tanda tanya besar terkait keabsahan lahan yang dikuasai oleh PT Surya Dumai Agrindo.
Hingga berita ini diturunkan, PT Surya Dumai Agrindo belum memberikan tanggapan resmi terkait permohonan pengukuran ulang dari BCN-ICI Riau.
BCN-ICI Riau menyatakan bahwa langkah ini bukan hanya untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan perizinan, tetapi juga sebagai upaya mencegah potensi konflik agraria yang kerap terjadi akibat tumpang tindih perizinan lahan perkebunan.