BPN-ICI Desak Pengukuran Ulang HGU PT SDA dan Investigasi Limbah Pabrik Kelapa Sawitnya

 

Bengkalis – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Badan Pekerja Nasional Indonesian Corruption Investigation (BPN-ICI) Wilayah Riau menyerukan pembentukan tim independen untuk melakukan pengukuran ulang terhadap lahan Hak Guna Usaha (HGU) PT Surya Dumai Agrindo (SDA) di Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis.

Langkah ini diambil menyusul adanya dugaan bahwa luas perkebunan sawit yang dikuasai PT SDA melebihi batas HGU yang sah, dari yang seharusnya 6.869,80 hektare, namun diduga mencapai lebih dari 8.000 hektare. Jika dugaan ini terbukti, maka perusahaan tersebut berpotensi melakukan perambahan lahan secara ilegal sejak tahun 2011.

Tak hanya itu, BPN-ICI juga mendesak tim Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dari Dinas Lingkungan Hidup serta aparat penegak hukum di Kabupaten Bengkalis untuk memeriksa dugaan pencemaran lingkungan yang dilakukan pabrik kelapa sawit (PKS) milik PT SDA. Pabrik ini diduga tidak memiliki bak penampungan limbah, sehingga berpotensi mencemari lingkungan di sekitar Kecamatan Bukit Batu.

BPN-ICI Geram, Soroti Kisruh dengan Koperasi

Ketua BPN-ICI Riau, Darwis AK, mengungkapkan kekesalannya atas kisruh yang terjadi antara pihak humas PT SDA dengan Koperasi Bukit Batu Darul Makmur (BBDM). Menurutnya, ada pihak-pihak yang mencoba bermain di tengah persoalan ini dengan mengambil keuntungan sepihak.

“Progres bagi hasil dengan koperasi sudah berjalan bertahun-tahun, tetapi tiba-tiba muncul oknum-oknum yang mencoba menjadi ‘pahlawan kesiangan’ dengan melakukan manuver ke sana kemari. Ini yang harus kita luruskan,” ujar Darwis dalam keterangannya, Kamis (13/2/2025).

Darwis menegaskan, pihaknya tidak ingin melihat kepentingan masyarakat dikorbankan hanya karena kepentingan segelintir pihak yang ingin mengambil keuntungan. Oleh karena itu, ia meminta tim independen turun langsung ke lapangan untuk mengukur ulang lahan HGU PT SDA dan plasma koperasi BBDM

Jejak Kepemilikan Lahan: Ada yang Ditutupi?

Berdasarkan investigasi BPN-ICI, PT Surya Dumai Agrindo memperoleh lahan plasma inti melalui pembelian dari PT Riau Makmur Sentosa (RMS) pada tahun 2008 dengan harga Rp18 miliar. Pembayaran dilakukan dalam dua tahap, yaitu 70 persen senilai Rp12,5 miliar dan sisanya Rp5,5 miliar.

Namun, sejarah kepemilikan lahan ini menunjukkan adanya kejanggalan. Pada tahun 2004, PT RMS mendapatkan pencadangan lahan seluas 10.400 hektare melalui Surat Gubernur Riau Nomor: 525/Ekbang/1352/2003. Namun, Bupati Bengkalis saat itu, Syamsurizal, mengurangi luasnya menjadi 8.200 hektare karena adanya izin lain di lahan tersebut, termasuk untuk Koperasi Bina Tani dan CV Lubuk Muda Raya.

Pada tahun 2007, Menteri Kehutanan menerbitkan izin pelepasan kawasan hutan untuk PT RMS dengan luas 6.869,80 hektare melalui SK Nomor: 377/Menjut-II/2007. Dua tahun kemudian, Gubernur Riau mengeluarkan izin pemanfaatan kayu (IPK) seluas 6.869,80 hektare untuk PT RMS, dan akhirnya pada tahun 2011, Badan Pertanahan Nasional (BPN) menerbitkan HGU dengan luas yang sama.

Dugaan Indikasi Manipulasi Data dan Perambahan Hutan

Darwis AK menegaskan bahwa jika dalam pengukuran ulang nanti terbukti bahwa PT SDA telah menguasai lebih dari 6.869,80 hektare, maka ada indikasi kuat manipulasi data yang telah berlangsung selama lebih dari satu dekade.

“Jika benar dugaan luasnya mencapai 8.200 hektare, berarti ada perambahan hutan yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Selain itu, ini juga bisa masuk dalam tindak pidana korupsi sesuai UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ujar Darwis.

Menurutnya, praktik ini berpotensi merugikan negara dan memperkaya pihak-pihak tertentu. Oleh karena itu, BPN-ICI mendesak agar aparat penegak hukum segera turun tangan untuk menyelidiki dugaan ini secara tuntas.

Dampak Lingkungan: Pabrik Sawit Diduga Buang Limbah Sembarangan

Selain dugaan manipulasi HGU, PT SDA juga disorot karena pabrik kelapa sawitnya diduga mencemari lingkungan. Pabrik ini disebut-sebut tidak memiliki bak penampungan limbah yang memadai, sehingga limbahnya dibuang langsung ke lingkungan sekitar.

Jika benar demikian, maka PT SDA dapat dijerat dengan berbagai aturan lingkungan hidup, termasuk Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Ini menyangkut kesehatan masyarakat dan kelestarian lingkungan. Kami meminta Dinas Lingkungan Hidup dan aparat penegak hukum untuk turun dan melakukan investigasi,” tegas Darwis.

Desakan untuk Transparansi dan Tindakan Tegas

BPN-ICI menegaskan bahwa transparansi dalam kepemilikan dan pengelolaan lahan perkebunan harus menjadi prioritas. Pengukuran ulang HGU bukan hanya sekadar formalitas, tetapi langkah konkret untuk memastikan tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh PT SDA.

Jika nantinya terbukti ada manipulasi, maka tindakan hukum harus segera diambil. Negara tidak boleh kalah oleh kepentingan korporasi yang merugikan rakyat dan lingkungan.

BPN-ICI juga mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengawasan ini. “Jangan takut untuk melapor jika menemukan kejanggalan. Ini demi keadilan dan kepentingan bersama,” pungkas Darwis.