Banjarnegara,Selidik Kasus.Com.
Dasar dari kesepakatan Surat Perjanjian jual Beli yang di buat di Balai Desa Tempuran,Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara antara S Kades Tempuran dan Pelaku Pengrusakan Rumah S adalah bentuk Penyelesaian yang di buat pada 23 Septembet 2024 ,pokok permasalah dari Hutang Piutang yang berbunga 100 juta,Terima 80 juta dan Korban mewajibkan mengembalikan 200 juta, karena ada rente 10%, dengan menjaminkan Obyek Tanah dan Bangunan adalah atas nama mertua dan istri S yang sudah bersertifikat Hak Milik (SHM) yang berada di wilayah Dusun Kali Putih lokasi Desa Setempat.
Harmono,SH,MM,CLA, Kuasa Hukum dari Ikatan Adovat Indonesia (IKADIN) menyampaikan terkait dengan Surat Perjanjian Jual Beli di Bawah tangan yang terkait dengan Hutang Piutang yang membelit S Kades Tempuran korban pengerusak an.
“Sah nya Perjanjian apapun itu sah jika punya tujuan yang baik, tidak ada unsur paksaan, ada suatu sebab yang di larang,adanya kebebasan di Perjanjian itu, pastinya ada sesuatu hal yang menjadi obyek perjanjian itu, jika mengacu ke pembuatan surat Perjanjian di Pasal 1320KUH Perdata, “katanya.Minggu(29/12/2024).
Masih dengan Katanya Harmono,ia mengatakan bahwa di dalam Perjanjian jual beli Obyek Tak bergerak seperti tanah,yang tidak memakai Prosedural sesuai dengan ketentuan undang undang itu adalah cacat hukumnya.
” Setelah di berlakukan Land de Reform, atau Reformasi tanah, bahwa jual beli tanah di balai desa itu sudah tidak berlaku dan sekarang harus melalui PPAT, dan sidang di depan Notaris, alternatif lain Camat bisa sebagai PPAT jika di suatu wilayah tidak ada Notaris dan PPAT, ” Ujar nya.
Selanjutnya”Mekanisme Proses Jual Beli Tanah apalagi itu bukan atas nama miliknya itu sudah salah dan tidak memenuhi unsur perjanjian, persoalannya pasti ada itikad tidak baik, jika itu dilakukan, ” Lanjut Harmono menyampaikan terkait Surat jual beli Obyek tanah dan Bangunan atau rumah yang menjadi korban pengerusakan.
Harmono selaku kuasa hukum dari S Kades Tempuran, mengatakan pengerusakan merupakan bentuk pidana, tapi ada hal yang sangat krusial, bahwa peristiwa tersebut sangat berpengaruh buat keluarga S, khususnya adalah anak yang masih di bawah umur yang melihat langsung kejadian tersebut.
” Apalagi pada saat kejadian pengerusakan tersebut, anak S yang masih berumur 7 tahun sampai ketakutan dan terkencing kencing, imbas nya menjadi bentuk kekerasan non verbal terhadap anak anak, dan jika selain pengerusakan ada hal lain khususnya menyangkut anak anak di bawah umur, hal tersebut merupakan pelangga dan Undang undang perlindungan anak, selain S selaku Kades di hadapan warganya sangat jatuh reputasinya sebagai pemangku desa, “tutupnya.(**).
Fhoto: Keluarga S Korban Pengerusakan saat berkumpul di rumahnya.