Batalkan MoU Tukar Aset Sepihak antara BTIIG/IHIP dan Pemda Morowali

Morowali, Sulawesi Tengah- Aktifitas Sejak 11 Juni 2024, masyarakat Desa Topogaro telah mengambil sikap tegas dengan memblokade jalan di koridor Indonesia Huabao Industrial Park (IHIP). Aksi ini merupakan respons terhadap MoU Tukar Aset yang dianggap merugikan, dilaksanakan sepihak oleh BTIIG dan Pemerintah Daerah Morowali. Masyarakat menegaskan bahwa blokade akan berlanjut sampai tuntutan pembatalan MoU ini terpenuhi.

Peristiwa ini terungkap melalui video yang menjadi viral, di mana Riski, perwakilan legal eksternal IHIP, terlihat membacakan MoU antara BTIIG dan Pemda Morowali. Dokumen tersebut berkaitan dengan pertukaran aset daerah yang terkait dengan proyek penimbunan bandara Morowali.

BTIIG mengklaim hak atas jalan Desa Topogaro berdasarkan MoU tersebut. Namun, masyarakat lokal menyatakan bahwa mereka tidak pernah diberikan informasi atau dilibatkan dalam kesepakatan itu.

Ketika perwakilan pemerintah desa mencoba memperoleh salinan MoU dan klarifikasi mengenai status jalan pada hari berikutnya, mereka ditolak oleh BTIIG yang menyatakan dokumen tersebut rahasia dan menegaskan kepemilikan sepenuhnya atas jalan Desa Topogaro-Folili sesuai dengan MoU tersebut.

Atas dasar itu, perwakilan Organisasi Masyarakat Sipil Sulawesi Tengah, Richard Fernandez Labiro dari Yayasan Tanah Merdeka mengatakan, “saya melihat MoU Tukar Aset sepihak antara BTIIG/IHIP dan Pemda Morowali sebagai contoh konkret dari perampasan tanah yang didorong oleh kebijakan pro-investasi asing, regulasi tanah yang lemah, dan ketidakjelasan hak kepemilikan lokal. Hal ini mencerminkan praktik land grabbing yang menyalahi prinsip-prinsip hukum dan kebijakan yang adil. Kami menuntut pembatalan MoU ini, keterlibatan penuh DPRD dalam pengambilan keputusan terkait, serta penegakan hukum yang ketat untuk menjaga keadilan bagi masyarakat Desa Topogaro” tegas Richard.

Senada dengan Richard dari YTM, Wahana lingkungan Hidup Indoneisa (WALHI) Sulawesi Tengah, juga menilai bahwa pemerintah telah melanggengkan kejahatan stuktrural untuk mengakomodir kepentingan perusahaan Tiongkok dan untuk kepentingan pribadi dengan dalil kesejarahan rakyat. Sisi lain dalam proses mendorong perusahaan untuk beraktivitas, masyarakat tidak pernah dilibatkan dan di tanyakan apakah setuju dan tidaknya masuknya perusahaan tersebut. Sehingga dilapangan terbukti praktik buruk yang telah dilakukan perusahaan ini ialah 36 hektar sawah yang terendam air sehingga hal tersebut berdampak langsug terhadap kepada petani. Jelas Wandi, pengkampanye Walhi Sulteng.

Disisi lain sebagai tanggapan, BTIIG mengirim surat somasi kepada empat warga yang terlibat dalam blokade. Kejadian serupa juga terjadi sebelumnya, ketika petani yang tergabung dalam Aliansi Pemberdayaan Masyarakat Lingkar Industri memblokade jalan tani, yang berujung pada penerbitan surat penggunaan aset daerah oleh Dinas PU pada September 2023, yang kemudian dijadikan dasar somasi oleh BTIIG.

Menyikapi tindakan Pj Bupati Morowali dan pihak BTIIG yang terkesan sepihak dalam mengambil kebijakan serta diduga melakukan pelanggaran, yang mana dalam ketentuan Peraturan Perundang – Undangan yakni dalam Pasal 15 ayat (2) huruf d Peraturan Menteri Dalam Negeri (PERMENDGARI) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati dan Penjabat Wali Kota menjelaskan Pj Bupati dalam melaksanakan tugas dan wewenang dilarang membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya. Selain itu, makenisme pelepasan atau pemindahtanganan asset daerah diduga tidak melibatkan DPRD Kabupaten Morowali sebagai bentuk peran pengawasan dalam setiap kebijakan daerah.

Selain walhi sulteng, solidaritas terhadap masyarakat desa Topogaro juga disampaikan oleh, Doni Moidady selaku Kordinator Wilayah Konsorsium Pembaruan Agraria, “Solidaritas untuk masyarakat Topogaro yg sedang mempertahankan haknya, bagaimanapun Pemda mesti berpihak kepada warga desa Topogaro yg dijamin dalam konstitusi apalgi ini terkait fasilitas umum atau publik”.

Adapun dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulteng menilai, “apa yang dilakukan oleh Pemda Morowali dan perusahaan BTIG telah mengabaikan partisipasi masyarakat. Harusnya dalam pengambilan keputusan masyarakat harusnya di libatkan karena yang akan merasakan dampak dari aktivitas tersebut adalah masyarakat desa topogaro. Dan perlu adanya keterbukaan informasi terkait MOU yang di lakukan oleh perusahaan dan Pemda” tutup Tauhid, juru kampanye JATAM Sulteng.

Maka dari itu, kami menyerukan transparansi dan keadilan dalam setiap proses pengambilan keputusan yang berdampak pada hak dan kehidupan warga.

Kami mendesak:
1. Pembatalan MoU yang dilakukan sepihak antara Pemda Morowali dan BTIIG/IHIP.

2. DPRD Morowali agar proaktif dalam menjalankan fungsi pengawasan terkait tindakan yang dilakukan oleh Pj Bupati Morowali.

3. Penegak hukum untuk menyelidiki dugaan gratifikasi yang melibatkan PJ Bupati Morowali.

Masyarakat berhak mendapatkan informasi yang transparan dan sosialisasi yang memadai sebelum terjadi perubahan yang signifikan dalam kehidupan mereka. Kami menolak segala kebijakan yang berpotensi melemahkan perjuangan serta hak-hak masyarakat lingkar industri. (Saiful Bahri)

1 Komentar

  1. I do believe all the ideas youve presented for your post They are really convincing and will certainly work Nonetheless the posts are too short for novices May just you please lengthen them a little from subsequent time Thanks for the post

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*