Jakarta, selidikkasus.com- dikutip dari https://www.cnbcindonesia.com Markas udara militer Myanmar diserang roket Kamis (29/4/2021). Menurut junta militer dalam konferensi pers, setidaknya ada total sembilan roket yang ditembakkan.
Empat roket menyerbu pangkalan udara di dekat pusat kota Magway, dini hari. Tiga jatuh menghantam area pertanian dan satu di jalan.
Junta menyebut bangunan hanya rusak ringan. “Tak ada yang terluka,” kata militer sebagaimana ditulis Reuters.
Hal sama juga melanda pangkalan udara utama negeri itu, Meiktila. Setidaknya ada lima roket yang ditembakkan. Seperti di Magway, junta menyebut tak ada kerusakan dan korban.
Penyerangan ini menjadi eskalasi terbaru dari krisis di negeri Burma. Junta meningkatkan keamanan di jalan-jalan luar pangkalan setelah ledakan.
“Proses keamanan sedang berlangsung untuk menangkap para penyerang,” kata penyiar media lokal setempat.
Secara terpisah, kantor berita Bago Watch juga melaporkan serangkaian serangan lain di fasilitas junta. Tepatnya tempat penyimpanan senjata dekat pusat kota Bago, di hari yang sama.
Namun pengarahan militer tak menyebut insiden ini. Meski tak ada yang mengaku bertanggung jawab, junta menuding pengunjuk rasa memicu kejadian ini.
Myanmar memanas sejak kudeta dilakukan junta 1 Februari. Militer menahan pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi dan para aktivis pro demokrasi.
Melansir kelompok pemantau untuk tahanan politik AAPP, ada 750 orang warga sipil tewas karena tindakan keras aparat. Ratusan aktivis pro demokrasi juga ditangkap.
Sebelumnya, pertempuran juga pecah di bagian timur Myanmar, berbatasan dengan Thailand. Belasan tentara junta tewas karena serangan kelompok etnis.
Ini terjadi dua hari selang pertemuan negara-negara pemimpin Asia Tenggara di KTT ASEAN, Jakarta, 24 April. Pertemuan dihadiri orang nomor satu di militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing.
Saat itu, ASEAN menyepakati lima poin penting termasuk menyudahi kekerasan. Namun hingga kini, kekerasan masih berlanjut.
Krisis Myanmar telah membuat ekonomi negara itu diramal berkontraksi 10%. Investasi melorot seiring dengan banyaknya sanksi yang dijatuhkan ke Negeri Pagoda Emas.
Kelompok bisnis Barat termasuk kamar dagang Amerika Serikat (AS), Inggris Raya, Eropa, Italia, dan Prancis menolak undangan rezim untuk bertemu. Hampir 50 perusahaan internasional termasuk Coca-Cola, Telenor dan Heineken, menandatangani pernyataan bersama yang mengungkapkan keprihatinan mendalam atas perkembangan di Myanmar.