Arogansi PT.HM, Penjarakan Kades Bete-bete dan Sejumlah Warganya

Morowali- Sangat disayangkan langkah hukum yang dilakukan PT.Hengjaya Mineralindo (PT.HM) yang telah memenjarakan Kades Bete-bete dan Ketua BPD bersama tiga warga lainnya, mengingat perusahaan tersebut “Mengais rejeki” di area pemukiman warga (Desa Bete-bete) Kecamatan Bahodopi Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah

Penahanan Kades Bete-bete Cs dinilai tidak mendasar bahkan tidak sama sekali mengandung tindakan kriminal karena pergerakan yang selama ini dilakukan Kades Cs adalah murni untuk perjuangan hak warga Desa Bete-bete yaitu soal CSR dan tidak lain dari hal tersebut.

“Kami Warga (Desa Bete-bete) sangat terpukul dan syok dari pada laporan dan pemanggilan ini, yang kemudian dijadikan sebagai Tersangka (TSK). Karena apa yang kami tuntut, tadinya kami anggap sudah selesai waktu pertemuan di kantor Gubernur Sulteng, kami sudah tidak menyangka akan ada pemanggilan susulan untuk menjadikan kami TSK, ini yang membuat kami syok,” Terang Sofyan kepada media ini salah satu warga Desa Bete-bete sekaligus sebagai TSK.

Menurut Sofyan, Penahanan dirinya bersama Kades, ketua BPD dan warga lainnya merupakan tindakan kriminalisasi untuk membungkam kebebasan berpendapat atas apa yang diperjuangkan.

Sebab menurutnya, pergerakan yang dilakukan selama ini masih kategori dalam koridor, murni memperjuangkan hak warga Desa Bete-bete yang tidak direalisasikan oleh PT.HM.

“Ini Kriminalisasi, saya mewakili warga Desa Bete Bete sangat prihatin dengan persoalan ini, sekali lagi saya tegaskan bahwa ini saya anggap merupakan kriminalisasi bagi warga,” Terang Sofyan dengan nada tegas.

Sofyan mensinyalir bahwa PT.HM merasa keberatan dengan keputusan dari pihak Pemerintah Provinsi Sulteng setelah menghitung PPM yang harus dibayarkan, dengan apa yang di tuntut warga yaitu Fee sebesar Rp.3.000/Metriks ton dan CSR Rp.2.000/Metriks ton.

Padahal, apa yang menjadi tuntutan warga sangat jelas karena ada surat perjanjian di tahun 2016 yang di yang ditandatangani oleh Pak Arif Budiman dan Iman Towidi sebagai humas Condev PT.HM kala itu, dimana dalam perjanjian itu dijelaskan bahwa Rp. 3.000/Matriks ton merupakan fee dan Rp.2.000/Matriks ton yaitu CSR berbentuk program, jadi tidak ada delik kriminal atas apa yang dituntut warga.

Ketika hal ini di asumsikan bahwa hanya berlaku satu tahun sangat tidak masuk akal karena sudah ada pencairan setelah itu di Tahun 2016, 2017, 2018 dan 2019 nanti ditahun 2020 tidak lagi cair dengan alasan ada program PPM.

“Saya tuding di sana dan saya sangat prihatin dengan apa yang dilakukan oleh PT HM, sampai menahan pemerintah desa dan warga lainnya ini sangat melukai dan mencoreng nama baik Pemerintahan Kab.Morowali. Olehnya kami warga Desa Bete-bete sangat berharap kepada Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat untuk keadilannya menyikapi tentang persoalan Pak Kades dan ketua BPD kami yang ditahan hanya gara-gara menuntut hak warga,” Pinta Sofyan.

Sementara itu Firman Bagian Condev PT.HM yang diminta tanggapan oleh Wartawan media ini tak banyak memberikan komentar.
“Kalau dari surat Polda tersebut betul, dan pasti sudah memenuhi bukti yang syah Pak,” Tulis Firman via What’s App (WA) miliknya.

Kemudian ketika ditanya upaya lain selain langkah hukum yang dilakukan mengingat PT.HM “Mengais Rejeki” dilingkungan warga.

Firman malah balik bertanya, “Sebelum saya jawab, coba kalau dibalik gimana Pak? Apa tidak ada cara lain untuk tidak merugikan orang lain? Tidak bisakah diskusi tanpa harus palang? Silahkan di jawab,” Balasnya bertanya.

Lalu Wartawan media ini coba menjelaskan pertanyaan yang dilontarkan, begini penjelasan yang diberikan lewat pesan WA.
“Bahwa palang memalang itu biasa terjadi Bang, dalam suatu investasi pertambangan. Tuh IMIP besar sampai sekarang dia sudah lalui semua itu bahkan lebih dari itu. karena di pahami tindakan itu dilakukan bentuk luapan emosional dan spontanitas akibat dari sebuah perundingan tidak bersepakat.
Itu yang saya pahami Bang.

Lanjut, Apalagi ini yang melakukan adalah warga tanpa ada yang tunggangi, bukankah dalam UUD dikatakan bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yg terkandung di dalamnya dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat, bukan penjarakan,” Demikian balasannya.

Pertanyaan terakhir adalah tujuan perusahaan mengadukan/melaporkan sejumlah Warga Desa Bete-bete ke Polda Sulteng, tapi tak ada balasan padahal tampak dilayar HP dua centrang biru.

Berdasarkan surat perintah penahanan yang dikeluarkan Polda Sulteng dengan Nomor : SP Han/01/1/2021//Ditreskrimum, menjelaskan bahwa Kades Bete-bete Ridwan ditahan dirumah tahanan negara Polda Sulteng untuk selama 20 hari, terhitung mulai tanggal 12 Januari 2021 s/d tanggal 31 Januari 2021 atas dugaan tindak pidana pemerasan dan ancaman terhadap PT.HM.

Tentang peristiwa yang terjadi pada hari Selasa tanggal 20 Oktober 2020 yakni mendirikan tenda di lokasi akses jalan houling milik PT HM yang dilakukan oleh saudara Sofyan dkk, dengan meminta agar perusahaan membayar fee setiap kali produksi sebesar Rp.3.000/metriks ton. sehingga akibat dari penutupan akses jalan houling tersebut perusahaan PT HM tidak dapat melakukan kegiatan penambangan dari tanggal 20 sampai dengan 29 Oktober 2020 sebagaimana dimaksud dalam pasal 368 KUHP subsider pasal 335 ayat (1) KUHP Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Informasi yang diterima media ini, selain Kades Bete-bete Ridwan dan Ketua BPD Sahrir, tiga warga lainnya turut ditahan yakni Sofyan, Lukman dan Rifai.

Seperti apa kelanjutan kasus ini, nantikan pemberitaan berikutnya. TAR(Tim)