Pekanbaru- SKC
Lembaga Pengawas Aset Negara Indonesia (LPANI) Justisia semakin gencar menjalankan kinerjani sesuai dalam AD-ART. Demikian halnya dengan Lembaga Pengawas Perusak Hutan Indonesia (LPPHI), keduanya memiliki Program kerja yang sama serta misi Misi yang sama.
Yaitu membatu memberikan informasi kepada penegak hukum tentang kerusakan fasilitas Negara, mencegah kerusakan lingkungan, mencegah kerusakan lahan, hutan lingkungan dan memantau keberadaan dan keselamatan aset-aset Negara lainya.
“LPANI Yustisia dan LPPHI akan terus melakukan investigasi ke daerah -daerah dan juga akan mengambil titik-titik koordinat di mana Pabrik-Pabrik Kelapa Sawit yang dibangun dalam kawasan hutan atau PKS yang tidak memiliki izin,” kata Ketum LPANI Yustisia, Ariyanto bersama Ketum LPPHI, Atma Kusuma, SH didampingi Sekretaris, Popy Ariska, SH kepada Wartawan media selidikkasus.com ini, Rabu (14/10/2020).
Kedua Lembaga ini mengungkapkan bahwa, pihaknya sudah mengambil titik kordinat Kebun Sawit di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT), di Hutan Produksi (HP) di dalam KPHP model Minas, Tahura yang diduga tidak memiliki Izin Pelepasan dari Menteri Kehutanan RI.
Bahkan LPANI Yustisia menemukan bukti pemungutan pajak (PBB) kebun yang berada di kawasan hutan Lindung Tahura, Minas. Hingga saat ini, mereka (pengelola kebun) Sawit hanya memiliki surat keterangan ganti rugi (SKGR) yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Kota Garo, Kabupaten Kampar-Riau.
“Dan kami temukan juga Kolam Ikan Arwana dalam hutan produksi terbatas (HPT) yang kita duga tidak memiliki izin berjumlah 44 Kolam, dengan luas kurang lebih 98 Ha,” ungkap Ariyanto, Atma Kusuma dan Popy Ariska.
Diberitakan sebelumnya, diduga kuat menjadi yang penyebab kerusakan sejumlah ruas jalan, LPANI JUSTISIA meminta Dirjen Perhubungan Darat (Hubda) untuk mengukur jarak Sumbu dan mengukur kapasitas isi Tanki, panjang, lebar dan tinggi kendaraan pengangkut CPO, Kayu dan Sawit yang sehari-hari lalu lalang mengangkut barang dalam kapasitas atau tonase tinggi di Riau.
Pengurus Pusat LPANI JUSTISIA mengatakan kepada media ini, Minggu (11/10/2020) via WhatsApp bahwa, pihaknya meminta kepada Ditjen Perhubungan Darat untuk segera melakukan pengecekan jarak Sumbu, Kapasitas Tanki, Panjang Lebar dan Tinggi Kendaraan khususnya pengangkut CPO milik CV.TS yang beroperasi di RIAU.
“Secara tegas kita meminta kepada Ditjen Hubda untuk segera mungkin melakukan pengecekkan serta mengaudit CV.TS selaku pihak pengendali ratusan unit kendaraan pengangkut CPO di Riau. Hal itu dilakukan guna untuk memastikan ada tidaknya permainan yang dapat mengakibatkan kerugian keuangan Negara,” kata Ketua LPANI JUSTISIA, Ariyanto bersama jajaran.
Ariyanto mengatakan, pihaknya akan membuat surat pengaduan ke Menteri Perhubungan RI dan juga menembuskan surat ke Presiden RI Joko Widodo. “Kita kirim surat pengaduan ke Menhub dan Presiden RI atas temuan LPANI JUSTISIA terkait Izin operasional, Buku KIR dan Pajak kendaraan pengangkut CPO milik CV.TS di Riau,” ungkap Ariyanto.
Yang jelas, tambah Ariyanto, kapasitas tonase dalam Buku KIR sesuai nomor baru dengan tonase mencapai 23 ton sesuai mobilnya. Dari investigasi LPANI Justisia menelusuri rute mobil CPO CV.TS ini, mulai dari Jambi, Kuansing, Pekanbaru, Duri hingga ke Dumai. Intinya, kapasitas, isi Tanki, Sumbu dan panjang lebar mobil, sangat diragukan.
“Sedangkan temuan kita, data dalam foto copy Buku KIR, tonasenya sudah mencapai 28 ton saat ini. Artinya, dengan kelebihan kapasitas dan tonase inilah yang mengakibatkan kerusakan jalan di Riau. Sedangkan anggaran perbaikan jalan ditanggung oleh Negara melalui APBD dan APBN setiap Tahunnya berdasarkan Pajak yang dibayar oleh masyarakat Riau,” papar Ariyanto.
Sementara pihak Pimpinan dan Manajemen CV.TS, Aguan dan Willy yang dikonfirmasi media ini, Senin (12/10/2020) siang melalui pesan WA terkait operasi ratusan unit armada CPO milik CV.TS. Willy hanya menjawab secara singkat. “Tanggapan bukan dari saya,” jawab Willy singkat. (Bowo)