Diduga Anak Perusahaan PT.Panca Eka, PT.TSP Miliki Kebun di Tahura Hingga Menanami Sawit di Kawasan DAS?

PEKANBARU- SKC Perusahaan PT. Tambak Seraya Pratama (TSP) yang bergerak di bidang Perkebunan Kelapa Sawit dan Pengelolaan Kolam Ikan Arwana yang beroperasi di sempadan kawasan Konservasi Taman Hutan Raya Sultan Syarief Hasyim (Tahura SSH) atau dalam lingkaran 3 (tiga) daerah, Kota Pekanbaru, Kabupaten Siak dan Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.

Dalam kawasan itu, terdapat Daerah Aliran Sungai atau DAS bernama Sungai Takuana, membelah Hutan Lindung bernama Taman Hutan Raya (TAHURA SSH) yang persis berada dalam kawan Perkebunan PT.TSP.

Dalam areal Kelapa Sawit milik PT.TSP yang diduga merupakan anak perusahaan PT.PANCA EKA ini, terdapat DAS, namun ternyata telah ditanami Kelapa Sawit, juga ditemukan adanya Bendungan yang berdampingan dengan DAS Takuana. Kondisi Sunga kembar Takuana pun sangat memprihatinkan.

Hal ini menjadi temuan Tim Investigasi Kolaborasi di lapangan bersama Medi dan LSM. Jumat, 4 Desember 2020 Pukul 13.30.WIB hingga selesai. Dalam pengamatan tim, kawasan DAS tepat di bawah salah satu Jembatan pun hampir hilang karena telah tertanami Sawit oleh PT.TSP.

Tim berhasil mendokumentasikan situasi di lapangan sebagai arsip untuk disampaikan kepada publik sebagai bahan pertimbangan untuk sebuah jawaban yang pasti dan mutlak yang kemudian dapat ditentukan sikap terkait keselamatan Lingkungan.

Pertanyaannya, apakah kepemilikan Izin oleh PT.TSP hanya 1 (satu) bagian yaitu Izin Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit dan apakah DAS yang ditanami Sawit tidak melanggar Hukum? Sedangkan kawasan tersebut merupakan Hutan Produksi Terbatas atau HPT.

Atau, apakah Izin PT.TSP hanya sebatas Izin Pengelolaan Kolam Ikan Arwana? Tentu harus jelas sesuai mekanisme dan regulasinya. Agar jelas siapa dan instansi mana saja yang menerbitkan Izin Usaha dimaksud. Hal ini harus didukung bukti konkrit sehingga menjadi sebuah dasar dalam pembayaran Pajak secara transparan. Tentu saja hal ini atas sepengetahuan OPD melalui Desa/Lurah, Camat dan Dispenda.

Terkait dengan keberadaan Bendungan, sebagaimana keluhan warga sekitar perusahaan PT.TSP saat menampingi tim ke lokasi bahwa, keberadaan Bendungan itu sangat membahayakan karena setiap musim hujan, maka daerah lain sekitarnya seperti Lahan dan Permukiman warga tergenang.

“Kami meragukan Izin Kebun Sawit PT.TSP ini, karena berada di dalam kawasan HPT, tergolong berani bisa mengklaim memiliki Kebut di Hutan Lindung. Tidak mungkin Pemerintah menerbitkan Izin. Bendungan itu juga harus dibongkar untuk normalisasi DAS. Hal ini sudah merugikan Negara.

Tim juga berhasil memintai tanggapan dari Ketua Umum LPANI, Hariyanto. Sesuai dengan kondisi lapangan yang sudah menjadi temuan tim, Hariyanto membenarkan hal demikian.

“Siapa pun tidak dibenarkan dan dilarang merusak lingkungan. Termasuk PT.TSP anak perusahaan PT.Panca Eka yang dinilai telah merusak lingkungan dengan menanami Sawit di kawasan DAS, apa lagi arel PT.TSP merupakan kawasan HPT.

Hal ini sangat bertentangan dengan UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No 32 tentang Lingkungan Hidup dan UU No 39 tentang Perkebunan serta Peraturan Pemerintah lainnya. Apakah PT.TSP membayar Pahak, dimana mereka bayar Pajak dan dasar hukumnya apa?,” kata Hariyanto.

Tim pun berpendapat dan tentu salut dengan anak perusahaan PT.PANCA EKA yaitu PT.TSP yang tergolong hebat dan berani bisa memiliki Kebun di kawasan Ibu Kota Pekanbaru, serta berada pada perbatasan 3 (tiga) Kabupaten/Kota, yakni Kabuaten Siak dan Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.

Guna untuk kepentingan kebenaran informasi dimaksud, maka tim yang terditi dari Lembaga seperti GWI Riau dan Media melakukan konfirmasi (yang kedua kalinya) melalui sarana komunikasi WhatsApp kepada pihak PT.TSP guna untuk kebutuhan klarifikasi dan kebutuhan informasi publikasi.

Meski sebelumnya hal ini telah dikonfirmasikan kepada pihak PT.TSP, Agus, namun yang bersangkutan sempat berjanji melalui WA hingg 2 (dua) kali untuk bertemu dalam rangka memberikan klarifikasi, namun selalu ingkar alias meleset.

Dalam konfirmasi ke tiga, Agus kembali mengatakan akan menghubungi Ketum LPANI, Hariyanto. “Malam, nanti saya kabari, saya belum sempat ketemu, masih banyak kegiatan. Nanti saya hubungi bang Hariyanto,” kata Agus kepada Pewarta Media ini pada Sabtu, (5/12/2020) Pukul 00.03.WIB dini hari.

Hingga Minggu, (6/12/2020) Pukul 05.3.6.WIB, Agus kembali mengatakan bahwa dia belum menghubungi LPANI Yustisia terkait Izin PT.TSP di Tahura SSH karena kurang sehat. “Belum saya hubungi bang LPANI, karena saya kurang sehat, batuk dan flu,” kata Agus.

Kepemilikan lahan Sawit di areal HPT ini, dinilai bertentangan dengan UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No 32 tentang Lingkungan dan UU No 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. Kiranya hal ini agar menjadi perhatian serius pihak Kementerian Kehutanan, Perkebunan dan Lingkungan Hidup. (bersambung..)

Penulis: Bowo
Foto: Istimewa / Doc
Kategori: Lingkungan Hidup